AWAS DANA KAMPANYE

AWAS DANA KAMPANYE


AWAS DANA KAMPANYE !!!! SIAPA PENGAWASNYA !!!!
Slamet Setya Budi
Ketua Umum Forum Mahasiswa Tebo (FORMAT)
Dalam pemilu dana merupakan faktor terpenting untuk mencalonkan diri menjadi anggota DPRD, DPRD Provinsi, DPR-RI, maupun DPD-RI. Salah satunya, dana tersebut digunakan untuk memperoleh suara. Sehingga banyak yang beranggapan menjadi Caleg harus memiliki uang banyak selain Aspirasi yang mereka miliki. Kebanyakan sumber keuangan para caleg berasal dari dana individu atau pribadi. Sehingga disini muncul permasalahan bagaimana dengan Caleg yang tidak memiliki dana melimpah dan Siapa yang bertanggung jawab untuk mengawasi pengeluaran Dana Kampanye ? Apakah dana Kampanye bisa membeli banyak suara ?.
Menurut Deputi Bidang Komisioner PPATK Wirzal Yanuar, Jakarta, Selasa (10/12/2013)  menjelaskan “ Pemilu Bersih tidak akan terwujud jika tidak ada trasparansi keuangan dan pengawasan keuangan, kami membentuk Riset Analisis Strategis dan kami menemukan banyak terjadi transaksi keuangan yang mencurigakan ketika masa Pemilu, kami telah melakukan riset sejak masa pemilu 2004. Seharusnya para CALEG membuat rekening pribadi untuk mengatur masalah dana pribadi untuk kampanye dan KPU harus membatasinya“. Hasil riset ini sesuai dengan kondisi ketika pemilu bagaimana para Caleg menggunakan dananya untuk membuat Baliho maupun Money Politik untuk memperoleh suara, namun karena tidak ada pengontrolan dana individu maka dapat menghasilkan suatu permasalahan yaitu uang dapat berbuat segalanya dalam pemilu.
Menurut Komisioner KPU Ida Budhiati, Jakarta, Selasa (10/12/2013) “ KPU sudah mengantisipasi kejadian ini, maka kami mengeluarkan PKPU No 17 yang berisi Parpol harus membuat laporan dana Kampanye, namun UU ini tidak mewajibkan melaporkan No rekening masing – masing Caleg. Menurut kami pelaku utama adalah Partai Politik namun para Caleg wajib membuat Laporan “. Namun keluarnya PKPU No 17 dinilai agak terlambat hal ini ditegaskan oleh Komisioner ICW Ade Irawan.
Menurut sudut pandang kami selaku mahasiswa “ Seharusnya dengan menunjukan hasil Riset Analisis Strategi dari PPATK kepada KPU, maka sebaiknya PPATK bekerjasama dengan KPU ataupun BAWASLU ketika pemilu datang, dengan ini maka akan meminimalisir terjadinya money politik yang bertujuan untuk mewujudkan politik yang adil. Sehingga Caleg yang tidak memiliki banyak uang namun memiliki aspirasi dan keinginan yang kuat untuk mencalonkan diri bisa memiliki ruang gerak untuk berkompetisi dalam Pencalonan Legislatif.
Namun apakah uang bisa membeli suara ?. Setiap pemilu menghabiskan dana yang sangat besar namun tidak di imbangi dengan partisipasi dari masyarakat. Pendekatan para Caleg dengan masyarakat juga menjadi faktor utama mengapa para Caleg harus mengeluarkan dana lebih. Dengan kejadian ini dikhawatirkan KKN (Korupsi Kolusi dan Nepotisme) semakin meningkat karena untuk mengembalikan hasil jerih payah ketika ingin mencalonkan diri.
Masyarakat juga beranggapan bahwa ketika mereka sudah menjadi DPRD, DPR, DPD mereka lupa dengan masyarakatnya sehingga sebelum mereka menjadi DPRD, DPR, DPD masyarakat harus merasakan kinerjanya yaitu dengan menuruti permintaan dari masyarakat, namun tidak dipungkiri dengan alasan ketika para Caleg sudah menjadi DPRD, DPR, DPD tidak amanah maka akan menimbulkan GOLPUT.
Salah satu solusi untuk meminimalisir membengkaknya pengeluaran dana kampanye dari para Caleg adalah memiliki citra positif dalam bermasyarakat dan memperjuangkan aspirasi masyarakat ketika menjadi DPRD, DPR, DPD sebelumnya. Namun bagi caleg yang baru mencalonkan diri harus memiliki perencanaan jangka panjang sebelum mencalonkan diri, memiliki citra positif dalam masyarakat, dapat dipercaya dan mampu bergaul dengan baik. Namun budaya masyarakat Wani Piro ( Berani berapa ) dan memandang Caleg itu kaya maka menyebabkan Pembengkakan Dana Kampanye.
Baca selengkapnya
Taman Nasional Bukit Tigapuluh

Taman Nasional Bukit Tigapuluh







foto0456.jpg






SLAMET SETYA BUDI
Ketua Umum Forum Mahasiswa Tebo


Assalamualaikum Wr. Wb
Puji syukur kehadirat Allah S.W.T karena telah memberikan nikmat hidayah dan karunianya kepada kami sehingga kami dapat melaksanakan program Pembinaan dan Pengabdian kepada masyarakat yang telah dilaksanakan oleh Forum Mahasiswa Tebo (FORMAT) sejak tanggal 29 September 2013 tanpa halangan suatu apapun.
Sholawat beserta salam marilah sama – sama kita haturkan kepada junjungan kita nabi besar Muhammad S.A.W karena telah membawa umatnya dari zaman jahiliyah menuju zaman yang penuh dengan tekhnologi yang kita rasakan pada saat ini.
Yang saya hormati Pemerintah Daerah Kabupaten Tebo, Yang Saya Hormati Camat Sumay, Yang Saya Hormati Kepala Desa Suo – Suo, Yang Saya Hormati Ketua adat Suo – Suo, Muara Sekalo, dan Desa Semerantihan, Yang Saya Hormati Pembina Suku Talang Mamak.  Serta kepada rekan – rekan mahasiswa dan peuda yang kami banggakan, serta kami mengucapkan  banyak terima kasih kepada orang tua kami dan masyarakat di Kecamatan Sumay yang telah bersedia berbagi dengan kami.
Kami memiliki banyak rintangan dalam menjalankan program ini berawal dari tema program kami yaitu “ Pembinaan, Pengajaran dan Sosialisasi Kesehatan Terhadap Suku Talang Mamak “ namun kenyataanya kami mengalami banyak rintangan dimulai dari Pendanaan yang tidak stabil yaitu mengeluarkan dana pribadi, sehingga kami susah untuk menjalankan program tersebut selain media jalan yang susah, serta kemungkinan kecelakaan dan kerusakan yang kami alami.
Kegiatan ini didasari oleh keinginan mahasiswa untuk berbagi ilmu dengan masyarakat serta mewujudkan sumpah mahasiswa yang kami emban. Namun kami tidak menyerah untuk melaksanakan program ini, di saat kami mengalami banyak kendala dalam kegiatan pembinaan, pengajaran dan sosialisasi kesehatan terhadap suku talang mamak. Maka kami mengalihkan kegiatan untuk Kemasyarakatan yaitu di Desa Suo – Suo jarak dari Suku Talang Mamak kurang lebih 25km. Walaupun jarak lumayan jauh  kami tetap menjalankan kegiatan kami ke Suku Talang Mamak di kawasan Taman Nasional Bukit Tigapuluh.
Dalam  kegiatan ini kami harus membagi waktu kami dengan kegiatan Perkuliahan yang sedang kami jalankan. Di desa suo – suo kami bersama warga bahu membahu untuk memajukan desa yakni melakukan kegiatan Pembuatan tambak ikan, Pertanian dan Pendidikan sambil mengasah kemampuan kami selain ilmu pendidikan yang kami miliki selama ini.
Harapan  kami semoga kegiatan ini akan memberikan dampak positif bagi masyarakat di Desa Suo- Suo dan sekitarnya sebagai wujud sumpah mahasiswa yang kami emban yakni pengabdian ke masyarakat. Kami sangat mengharapkan dukungan moral maupun materil dari pemerintah terkait selaku pihak yang bertanggung jawab atas pemerintah. Kami disini bukanlah orang yang mampu untuk melaksanakan segalanya namu ini adalah beban moral kami selaku mahasiswa dan kontribusi kami kepada daerah kami.
Wassalamualaikum Wr. Wb


Ketua Umum
Forum Mahasiswa Tebo





Slamet Setya Budi
 
 





Baca selengkapnya
The Threats of National Park Tiga Puluh Hills (Bukit Tigapuluh)

The Threats of National Park Tiga Puluh Hills (Bukit Tigapuluh)


The Threats of National Park Tiga Puluh Hills (Bukit Tigapuluh)
(780 Words)
Written By : Slamet Setya Budi

Bukit Tigapuluh or "The Thirty Hills" lies just South of the equator in Eastern Sumatra.  Approximately 130,000 hectares of  lowland and hill tropical rainforest (some intra ecosystems exist inside like swamp and highland) of  which the largest part is located in Riau province; a smaller part of 33,000 ha. is located in Jambi province.  Bukit Tigapuluh is the most important area of remaining lowland forest on Sumatra These forests represent the biologically richest habitat type on earth, and one of the most threatened. Lowland forests are under severe threat from agricultural encroachment as well as plantation and timber enterprises all over Indonesia.
Bukit Tigapuluh has had the great advantage that the area has been relatively isolated, only inhabited by the local Malay, Talang, Mamak and Kubu tribes.  Recently large-scale plantation and timber companies have moved into the Riau and Jambi provinces and threats to the park have intensified. Bukit Tigapuluh forms part of the globally important Tesso Nilo Complex where some of the highest biodiversity figures on earth have been recorded.
In addition to providing a vital catchment protection for several large rivers the park is a safe haven for thousands of species of plants and animals, many of which are threatened by extinction or extremely rare. Known to exist are some of the rarest and endangered species. 660 plant species have been recorded (to date) including 246 used locally as medicinal plants and rafflesia hasseltii and rafflesia arnoldii flowers which can grow up to a massive 1metre wide and are only found in 2 places on the planet. As 83 western Malaysian or Sumatran endemic plants.
The forests and its surrounding buffer area also provide homes for Orang Rimba (Kubu) and  Talan Mamak - forest dwelling tribal communities all of whom have adapted to living in the environment in a sustainable way that has little impact on the ecosystem.
ORANG RIMBA:  Orang Rimba, the  "People of the Forest" are an indigenous people, numbering 2,500,  in Jambi Province. Approximately 364 live in the forests on Bukit Tigapuluh.  The Orang Rimba have developed a traditional system of forest resources management, based on enrichment and selective enhancement of many tree and plant species. They generally collect non-wood forest products, hunt, and practice swidden cultivation. The fact that the Orang Rimba base their livelihood on the collection of forest products makes this forest of great importance to them.
TALANG MAMAK: Known as a hinterland tribe, the Talang Mamak number only about 6,000 and depend on the natural resources found in the park in Riau's Indragiri Hulu regency. The Medicinal Biota Expedition found  the  Talang Mamak tribe use 110 and the Kubu tribe 101 of medicinal plants and   fungi to cure over 50 diseases. Leaves are the most usable part of medical plants after roots, bark    and sap. They have long known the plants and fungi as effective cures for   common diseases such as rheumatism, dysentery, hepatitis, respiratory   ailments, malaria, goiter, skin rashes, coughs and diabetes. Some   plants are also considered natural contraceptives. Usually the parts of the plant are boiled then the  water drunk as a herbal extract.
Unfortunately, much of this area, which borders directly on the Bukit Tigapuluh National Park, is now designated for conversion to plantation, and the remainder is being degraded at a rapid rate, not merely by licensed logging companies but also by numerous illegal loggers This all puts pressure on their traditional way  of life.  Resettlement of poor people from Java  and other provinces in Sumatra is threatening the survival of the  native communities. According to recent studies within four years, "newcomers" controlled 30% of the indigenous people's 3,275 hectares in Talang Lakat   village. The transmigrants' activities are environmentally destructive; they exploit the forest and have taught the Talang Mamak to use chain saws to fell trees.
The park is under severe threat from agricultural encroachment as well as plantation and timber enterprises all over Indonesia. However, recently large-scale plantation and timber companies have moved into the Riau and Jambi provinces and now approximately two thirds of the park has been logged.
The main potential threat comes from clearing land around the park for establishing oil palm or Industrial timber plantation, and coal mining planning to north of the park The other threat arise from newly established transmigration area to the north and west of the park.  Unfortunately, much of this area, which borders directly on the Bukit Tigapuluh National Park, is now designated for conversion to plantation, and the remainder is being degraded at a rapid rate, not merely by licensed logging companies but also by numerous illegal loggers.
References
Baca selengkapnya