Adat Melamar Dan Nikah Melayu Jambi
Sumber : http://komariabahasaadatjambi.blogspot.co.id/2014/07/adat-melamat-dan-nikah.html
Sumber Foto : Google Image
google-site-verification:google0761525834d001de.html
“IG: Slametsetyabudi93 FB: Slamet Setya Budi WA : 082176448963”
Kalau kita boleh jujur maka kita harus mengakui bahwa sejarah Kabupaten Tebo sejak era Melayu Kuno masih diliputi kegelapan. Ditambah lagi, wilayah administrasi dan topografi Tebo zaman dahulu berbeda dengan kondisi saat ini. Selain itu, dalam memahami wilayah Jambi khususnya Kabupaten Tebo maka tidak lepas dari adanya teluk purba bernama "Teluk Wen". Keberadaan Teluk Wen patut diteliti lebih lanjut karena memiliki posisi yang menentukan dalam menyusun sejarah wilayah sumatera tengah. Kadangkala kita berfikir kenapa di Kabupaten Tebo ada daerah bernama Teluk padahal kita berada di daratan contoh Teluk Singkawang, Teluk Kayu Putih, dan Teluk Lancang. Mungkinkah ada kaitannya dengan adanya Teluk Purba Zaman dahulunya?
Nah, disini penulis merujuk gambaran Teluk Wen sebagaimana digambarkan oleh Prof. Sartono yaitu antara Jambi dan Tungkal terdapat teluk besar, Muara Tungkal terletak diujung pantai utara dan Jambi diujung pantai selatan, Ditepi utara disekitar Muara Tebo terdapat Kerajaan Tupo, disebelah selatan Muara Tebo terdapat suatu pulau bernama Pulei, kearah timur Kerajaan Tupo terdapat sebuah kerajaan bernama Koying yang memiliki banyak gunung berapi, di Tungkal terdapat sebuah kerajaan bernama Kuntala. Namun dengan adanya proses sedimentasi kemungkinan besar terjadinya perpindahan letak kerajaan.
Disini penulis tidak akan membahas secara detail mengenai sejarah ketiga kerajaan tersebut dikarenakan pernah dibahas dalam tulisan "Kisah Sejarah Dibalik Koin Ayam Kumpeh dan Tebo maupun Ada Apa Dengan Situs Tuo Sumay" namun Penulis akan sedikit menyinggung Kerajaan Tupo.
Sumber terkait Kerajaan Tupo dapat diperoleh dari berita china yang ditulis oleh Fu-nan-t'u-su-chw'en berasal dari K'ang-tai bertahun 245 - 250 yang melaporkan adanya negeri bernama Tupo. Sementara itu, Prof. Dr. Sartono berpendapat bahwa adanya transliterasi toponim tupo yang berbunyi Tebo. Nah disini kita patut mendalami apakah benar bukti Tebo sebagai pusat Kerajaan Tupo ? apabila dikemudian hari ditemukan bukti kuat selain berita dari china maka tidak dipungkiri Kerajaan Tupo lebih tua dibanding Kerajaan Kutai di Kalimantan Timur. Disamping itu, dalam ensklopedia Wen-hsien-t'ung-k'ao diterangkan bahwa kerajaan koying terletak 5000li (Penulis belum memahami apa yang dimaksud dengan satuan li) ditimur Chu-po tepatnya di Kerinci sekarang. Nah dengan adanya bukti kuat mengenai Kerajaan Koying di Kerinci membuktikan bahwa Kerajaan Tupo memang terletak di Kabupaten Tebo jika merujuk pada Wen-hsien-t'ung-k'ao.
Namun, eksistensi Kerajaan Tupo meredup setelah tahun 280 M. Justru banyak berita dari china menceritakan tentang Kerajaan Koying. Karena diabad yang sama tepatnya di tahun 222 - 280 Wan-chen menjelaskan tentang adanya negeri bernama Koying dan cerita tentang koying juga disinggung dalam ensklopedia T'ung-tien (375 - 812). Ada dugaan bahwa Kerajaan Tupo telah dikuasai oleh Kerajaan Koying dan menjadikan Muara Tebo sekarang sebagai Pelabuhan. Namun kita jangan berkecil hati dikarenakan Kabupaten Tebo memiliki peninggalan yang amat sangat berharga yaitu Candi yang mungkin bisa membuktikan letak Kerajaan Tupo maupun kerajaan lainnya.
Pada masa Sriwijaya eksistensi kerajaan melayu kuno mulai tenggelam. Namun ada yang menarik dari kisah Sriwijaya yaitu tentang kisah perjalanan I-Tsing yang pernah singgah di Sriwijaya selama enam bulan. Diceritakan dalam pelayarannya dari Kanton di China ke Nagapattam di India tahun 671/672 ia singgah di shelifoshe /Sriwijaya untuk belajar bahasa Sansekerta selama enam bulan. Setelah itu ia menuju ke Moloyou dimana ia tinggal selama dua bulan. Kemudian, ia melanjutkan perjalanannya ke Chieh-cha dan selanjutnya ke India. Dalam perjalanan pulangnya pada tahun 685 ia kembali singgah di Moloyou yang telah senjadi shelifoshe selama enam bulan.
Hal ini sesuai dengan isi Prasasti Kedukan Bukit tahun 683 mengisahkan perjalanan Dapunta Hyang membawa 20.000 orang prajurit meninggalkan Minanga Tamwan dengan perasaan suka cita penuh kemenangan.
Dalam perdebatan mengenai lokasi Kerajaan Moloyu para ahli merujuk pada kata "Minanga Tamwan". Lagi - lagi nama Tebo masuk dalam bahasan tersebut yaitu sesuai dengan definisi Prof. Slamet Muljana berpendapat bahwa. Istilah Malayu berasal dari kata Malaya yang dalam bahasa Sansekerta bermakna “bukit”. Nama sebuah kerajaan biasanya merujuk pada nama ibu kotanya. Oleh karena itu, ia tidak setuju apabila istana Malayu terletak di Kota Jambi, karena daerah itu merupakan dataran rendah. Menurutnya, pelabuhan Malayu memang terletak di Kota Jambi, tetapi istananya terletak di pedalaman yang tanahnya agak tinggi. Namun kembali lagi, kita dibingungkan oleh nama sebuah kerajaan apakah nama Koying, Kuntala, Tupo menjadi satu nama yaitu Moloyou. Penulis sendiri belum mendapatkan bukti kuat tentang perubahan nama tersebut.
Lebih lanjut, Prasasti Tanyore menyebutkan bahwa ibu kota Kerajaan Malayu dilindungi oleh benteng-benteng, dan terletak di atas bukit. Sehingga, Slamet Muljana berpendapat bahwa istana Malayu terletak di Minanga Tamwan sebagaimana yang tertulis dalam prasasti Kedukan Bukit. Menurutnya, Minanga Tamwan adalah nama kuno dari Muara Tebo. Namun belum banyak bukti kuat untuk mendukung pendapat ini. Penulis akan sedikit menganalisa dari kisah It-sing, apabila ia belajar bahasa sansekerta di Kerajaan Sriwijaya yang berlokasi di Muara Jambi maka besar kemungkinan lokasi Moloyou berada di Kabupaten Tebo bukan berarti harus di Muara Tebo namun bisa jadi di pedalaman Tebo. Perjalanan Dapuntya Hyang dari minanga tamwan juga tidak dijelaskan apakah pelayaran tersebut sampai di Marwat Wanua tanpa pernah singgah ketika dalam perjalanan atau datang secara serempak atau bertahap.
Menjelajahi peninggalan benda sejarah di Kabupaten Tebo penulis pernah menjumpai Keramik era Dinasti Sung (960M-1279M) dengan motif bunga lotus timbul, serta motif bunga yang memiliki tiga warna yaitu orange, hitam, dan hijau serta Tembikar Tradisional bermotif bunga teratai yang yang ditemukan di wilayah Sumay. Sementara di Muara Tebo penulis juga menjumpai keramik zaman Dinasti Sung dengan glasir warna hijau dan warna keramik kulit telur bebek serta Keramik era Dinasti Yuan dengan warna kebiru - biruan dan motif rumit. Disamping itu, pada umunya keramik di Tebo mudah dijumpai di era Dinasti Ming (1368 M – 1643 M).
Hal itu menandakan diera shilifoshi sistem perdagangan atau pemukiman kuno menyebar diwilayah Tebo. Namun pemukiman masih terkonsentrasi disekitar Sungai Batanghari. Sebaran peninggalan sejarah di Tebo hampir dapat dijumpai di setiap kecamatan namun berbeda periodesasi.
Sementara itu, di akhir masa Kerajaan Sriwijaya serta dalam usaha pendudukan oleh Majapahit untuk menciptakan kesatuan Nusantara, Kerajaan Melayu II lebih dahulu telah menjalin hubungan dengan Singosari tahun 1286 M. Hal ini ditandai dengan pemberian hadiah oleh Raja Kartanegara kepada Raja Tribuanaraja Mauliwarmadewa di Swarnabhumi hal ini dikenal dengan nama Expedisi Pamalayu. Prasasti tersebut merupakan dokumen pertama yang menyebutkan dharmasraya terletak ditepi Sungai Batanghari. Menurut Uli Kozok Prasasti Amoghapasha juga ditemukan di Desa Rambahan Kabupaten Bungo - Tebo. Singkat cerita, Kerajaan Melayu II hanya bertahan 40 Tahun di Dharmasraya sebelum pindah ke Suruaso.
Setelah runtuhnya Kerajaan Singasari muncullah Kerajaan Majapahit (1293). Dalam Pupuh 13 Negarakertagama yang selesai dikarang tahun 1356 mencatat 24 Negara di Bumi Melayu mengakui kedaulatan Majapahit. Empat diantaranya inti Kerajaan Melayu II era Adityawarman yaitu Dharmasraya, Jambi, Minangkabau, dan Teba (Muara Tebo). Namun Casparis (1989) berpendapat bahwa Raja Malayu sendiri memiliki kedaulatan sempurna yang tidak takluk kepada siapapun.
Berangkat dari kisah diatas wilayah administrasi Kabupaten Tebo tentunya memiliki peranan penting diera kebangkitan Melayu sejak diruntuhkan oleh Sriwijaya. Kitab Negarakertagama memasukan Tebo sebagai wilayah inti dari Melayu namun anehnya kenapa tidak masuk dalam wilayah Jambi dalam artian memiliki wilayah tersendiri. Setelah berakhirnya era Melayu II maka wilayah Tebo tetap masuk kedalam wilayah Kerajaan Melayu III.
Banyak peninggalan sejarah di Kabupaten Tebo yang terbentang dari VII Koto hingga Muara Tabir tentunya menandakan bahwa Kabupaten Tebo memiliki nilai sejarah yang layak untuk dilestarikan. Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam menggambarkan sejarah tebo untuk itu perlu adanya pelurusan terkait hal ini dikarenakan tulisan ini ditulis semata - mata karena kecintaan dan keprihatinan terhadap Bumi Seentak Galah Serengkuh Dayung.
Ditulis Oleh : Slamet Setya Budi
Mahasiswa Jurusan Sastra Inggris Universitas Muara Bungo
Memang bodoh mungkin ketika kita menyembunyikan perasaan kita terhadap dia yang kita banggakan, dia yang selalu hadir dalam tiap baris doa kita, dia yang selalu kita bicarakan bersama sahabat, dia yang kita ceritakan kepada kedua orang tua kita, dan dia yang selalu membuat kita tersenyum dengan sendirinya tanpa kitasadari.
Bukanlah perkara mudah untuk bisa mengungkapkan apa yang kita rasakan kepada seseorang yang kita harapkan kehadirannya. Rasa takut yang kian menghampiri membuat kita jadi lupa diri, siapa kita dan apa maksud kita untuk bisa bersamanya, bahkan kita akan kehilangan keseimbangan pikiran ketika berada disampingnya. Apa yang akan kita ucapkan selanjutnya, apa yang akan dia jawab, seperti itulah perasaan yang kian menghantui disetiap pertanyaan.
Tak sadarkah kau disana ? Ketika bersamamu ku tak bisa memalingkan sedetikpun dari katayang kau lantunkan...
Alasan sederhana yang sampai saat ini tak kuungkapkan adalah, "Aku terlalu menghormatimu, dan aku terlalu takut untuk kehilanganmu." Bukanku tak punya nyali untuk mengungkapkan, bukan aku tak punya keberanian untuk mengutarakan, tetapi sudah menjadi kewajibanku untuk menjaga kehormatanmu, dan sudah menjadi ketakutanku untuk kehilanganmu.
Ketika aku menyampaikan perasaanku terhadapmu, tidak ada jaminan kau akan selalu berada disampingku.
Bukanaku penakut, hanya saja aku tidak mau mengikuti keegoisanku, aku sadar bahwa kau lebih berarti dari sebuah hubungan yang takan ada berujung. Maafkan ku sayang, ku terlalu takut untuk kehilanganmu.
Kumencintaimu bukan karena nafsu, ketika kumengungkapkan apa yang aku rasakan tanpa adanya hubungan pernikahan, percayalah itu adalah nafsubukanlah cinta.
Tolaklah semua yang aku katakan, jauhilah aku sebisamu, palingkan wajahmu dari hinanya perkataanku.
Izinkan aku tuk memperbaiki diri, dan yakinkan kepadaku bahwa kau tak akan ke lain hati. Tunggu aku di altar bersama walimu. Sesaat setelah aku menghela nafas, kau telah sah jadi milikku.
Untukmu seseorang yang sedang berbahagia disana dengan kesendiriannya, tunggulah aku untuk saat ini. Memperbaiki diri sedang kujalani, memantaskan diri sedang kuperbaiki. Jarak memang memisahkan, perkataan memang mengisyaratkan, tapi ingatlah satu hal ketika kau berada disana.
Aku memperbaiki demi kebahagiaan, demi bisa bersamamu dalam suatu hubungan yang bisa dipercayakan kedua orangtuamu kepadaku. Akupun tak tahan dengan status yang kujalani saat ini. Aku belum bisa mengubah niatanku untuk bisa bersamamu dalam ikatan yang terjalin dihadapan Tuhan Yang Maha Esa.
Persiapkan hari itu, hari dimana aku kau dan penghulu berada diantara wali dan saksi.
Kuberjanji persiapkan hari dimana kebahagiaan adalah pondasi untuk kita menjadi, bukan hanya janji yang akan ku berikan tetapi bukti yang telah ku siapkan. Persiapkan dirimu untuk kelak menjadi milikku, kan ku ucapkan janji sumpah yang sudah menjadi ciri bahwakita sudah layak untuk menjadi.
Aku lebih memilih mencintaimu dalam diam, karena itu bisa membuatku merasa bahwa akulah yang terhebat dengan bisa memilikimu tanpa harus menyentuhmu.
Jika memang kau tak mengizinkanku untuk bisa bersanding denganmu, izinkan aku untuk bisa mencintaimu dalam diam, karena hanya itulah yang bisa kulakukan saat ini. Ketika tiba waktunya, kau akan mengert arti diamku selama ini.
Bukti kan kucari. Untukmu sang pujangga hati, suatu saat nanti akan kubuktikan bahwa tempat ini memang bukan untuk lain hati. Percayakan tiap langkahmu pada apa yang akan kau tuju, dan kujanjikan kita bersama ketika semesta berbicara.
Sulit memang meyakinkan hanya dengan kata-kata, tetapi inilah fakta kehidupan yang sebenarnya ketika kau dan aku untuk saat ini tidak bisa menjadi kita. Maka untaian janji yang mungkin untuk saat ini tanpa ada bukti yang bisa kuwujudkan.
Percayalah meskipun kita saling mencintai dalam diam, kita akan dipersatukan oleh-Nya, dan semesta akan memberi imbalan setimpal atas kesabaran kita menuju altar kebahagiaan. Percayalah dengan segenap hatimu, aku memang mencintaimu dalam diam.
SEBAGIAN DARIPADA TANDA BERSANDAR KEPADA AMAL (PERBUATAN ZAHIR) ADALAH BERKURANGAN HARAPANNYA (SUASANA HATI) TATKALA BERLAKU PADANYA KESALAHAN.
Imam Ibnu Athaillah memulaikan Kalam Hikmat beliau dengan mengajak kita merenung kepada hakikat amal. Amal boleh dibagikan kepada dua jenis yaitu perbuatan zahir dan perbuatan hati atau suasana hati berhubung dengan perbuatan zahir itu. Beberapa orang boleh melakukan perbuatan zahir yang serupa tetapi suasana hati berhubung dengan perbuatan zahir itu tidak serupa. Kesan amalan zahir kepada hati berbeda antara seorang dengan seorang yang lain. Jika amalan zahir itu mempengaruhi suasana hati, maka hati itu dikatakan bersandar kepada amalan zahir. Jika hati dipengaruhi juga oleh amalan hati, maka hati itu dikatakan bersandar juga kepada amal, sekalipun ianya amalan batin. Hati yang bebas daripada bersandar kepada amal sama ada amal zahir atau amal batin adalah hati yang menghadap kepada Allah s.w.t dan meletakkan pergantungan kepada-Nya tanpa membawa sebarang amal, zahir atau batin, serta menyerah sepenuhnya kepada Allah s.w.t tanpa sebarang takwil atau tuntutan.
Hati yang demikian tidak menjadikan amalnya, zahir dan batin, walau berapa banyak sekalipun, sebagai alat untuk tawar menawar dengan Tuhan bagi mendapatkan sesuatu. Amalan tidak menjadi perantaraan di antaranya dengan Tuhannya. Orang yang separti ini tidak membataskan kekuasaan dan kemurahan Tuhan untuk tunduk kepada perbuatan manusia. Allah s.w.t Yang Maha Berdiri Dengan Sendiri berbuat sesuatu menurut kehendak-Nya tanpa dipengaruhi oleh siapa dan sesuatu. Apa saja yang mengenai Allah s.w.t adalah mutlak, tiada had, sempadan dan perbatasan.
Oleh karena itu orang arif tidak menjadikan amalan sebagai sempadan yang mengongkong ketuhanan Allah s.w.t atau „memaksa‟ Allah s.w.t berbuat sesuatu menurut perbuatan makhluk. Perbuatan Allah s.w.t berada di hadapan dan perbuatan makhluk di belakang. Tidak pernah terjadi Allah s.w.t mengikuti perkataan dan perbuatan seseorang atau sesuatu.Sebelum menjadi seorang yang arif, hati manusia memang berhubung rapat dengan amalan dirinya, baik yang zahir mau pun yang batin. Manusia yang kuat bersandar kepada amalan zahir adalah mereka yang mencari faedah keduniaan dan mereka yang kuat bersandar kepada amalan batin adalah yang mencari faedah akhirat. Kedua-dua jenis manusia tersebut berkepercayaan bahwa amalannya menentukan apa yang mereka akan perolehi baik di dunia dan juga di akhirat. Kepercayaan yang demikian kadang-kadang membuat manusia hilang atau kurang pergantungan dengan Tuhan. Pergantungan mereka hanyalah kepada amalan semata-mata ataupun jika mereka bergantung kepada Allah s.w.t, pergantungan itu bercampur dengan keraguan. Seseorang manusia boleh memeriksa diri sendiri apakah kuat atau lemah pergantungannya kepada Allah s.w.t. Kalam Hikmat 1 yang dikeluarkan oleh Ibnu Athaillah memberi petunjuk mengenainya. Lihatlah kepada hati apabila kita terperosok ke dalam perbuatan maksiat atau dosa. Jika kesalahan yang demikian membuat kita berputus asa daripada rahmat dan pertolongan Allah s.w.t itu tandanya pergantungan kita kepada- Nya sangat lemah. Firman-Nya:
“Wahai anak-anakku! Pergilah dan intiplah khabar berita mengenai Yusuf dan saudaranya (Bunyamin), dan janganlah kamu berputus asa dari rahmat serta pertolongan Allah. Sesungguhnya tidak berputus asa dari rahmat dan pertolongan Allah melainkan kaum yang kafir ”. ( Ayat 87 : Surah Yusuf )
Ayat di atas menceritakan bahwa orang yang beriman kepada Allah s.w.t meletakkan pergantungan kepada-Nya walau dalam keadaan bagaimana sekali pun. Pergantungan kepada Allah s.w.t membuat hati tidak berputus asa dalam menghadapi dugaan hidup. Kadang-kadang apa yang diingini, dirancangkan dan diusahakan tidak mendatangkan hasil yang diharapkan.
Kegagalan mendapatkan sesuatu yang diingini bukan bermakna tidak menerima pemberian Allah s.w.t. Selagi seseorang itu beriman dan bergantung kepada-Nya selagi itulah Dia melimpahkan rahmat-Nya. Kegagalan memperolehi apa yang dihajatkan bukan bermakna tidak mendapat rahmat Allah s.w.t. Apa juga yang Allah s.w.t lakukan kepada orang yang beriman pasti terdapat rahmat-Nya, walaupun dalam soal tidak menyampaikan hajatnya.
Keyakinan terhadap yang demikian menjadikan orang yang beriman tabah menghadapi ujian hidup, tidak sekali-kali berputus asa. Mereka yakin bahwa apabila mereka sandarkan segala perkara kepada Allah s.w.t, maka apa juga amal kebaikan yang mereka lakukan tidak akan menjadi sia-sia. Orang yang tidak beriman kepada Allah s.w.t berada dalam situasi yang berbeda. Pergantungan mereka hanya tertuju kepada amalan mereka, yang terkandung di dalamnya ilmu dan usaha. Apabila mereka mengadakan sesuatu usaha berdasarkan kebolehan dan pengetahuan yang mereka ada, mereka mengharapkan akan mendapat hasil yang setimpal.
Jika ilmu dan usaha (termasuklah pertolongan orang lain) gagal mendatangkan hasil, mereka tidak mempunyai tempat bersandar lagi. Jadilah mereka orang yang berputus asa. Mereka tidak dapat melihat hikmat kebijaksanaan Allah s.w.t mengatur perjalanan takdir dan mereka tidak mendapat rahmat dari-Nya. Jika orang kafir tidak bersandar kepada Allah s.w.t dan mudah berputus asa, di kalangan sebagian orang Islam juga ada yang demikian, bergantung setakat mana sifatnya menyerupai sifat orang kafir. Orang yang separti ini melakukan amalan karena kepentingan diri sendiri, bukan karena Allah s.w.t. Orang ini mungkin mengharapkan dengan amalannya itu dia dapat mengecapi kemakmuran hidup di dunia. Dia mengharapkan semoga amal kebajikan yang dilakukannya dapat mengeluarkan hasil dalam bentuk bertambah rezekinya, kedudukannya atau pangkatnya, orang lain semakin menghormatinya dan dia juga dihindarkan daripada bala penyakit, kemiskinan dan sebagainya.
Bertambah banyak amal kebaikan yang dilakukannya bertambah besarlah harapan dan keyakinannya tentang kesejahteraan hidupnya. Sebagian kaum muslimin yang lain mengaitkan amal kebaikan dengan kemuliaan hidup di akhirat. Mereka memandang amal salih sebagai tiket untuk memasuki syurga, juga bagi menjauhkan azab api neraka. Kerohanian orang yang bersandar kepada amal sangat lemah, terutamanya mereka yang mencari keuntungan keduniaan dengan amal mereka.
Mereka tidak tahan menempuh ujian. Mereka mengharapkan perjalanan hidup mereka senantiasa selasai dan segala-segalanya berjalan menurut apa yang dirancangkan. Apabila sesuatu itu berlaku di luar jangkauan, mereka cepat panik dan gelisah. Bala bencana membuat mereka merasakan yang merekalah manusia yang paling malang di atas muka bumi ini. Bila berjaya memperoleh sesuatu kebaikan, mereka merasakan kejayaan itu disebabkan kepandaian dan kebolehan mereka sendiri.
Mereka mudah menjadi ego serta suka menyombong. Apabila rohani seseorang bertambah teguh dia melihat amal itu sebagai jalan untuknya mendekatkan diri dengan Tuhan. Hatinya tidak lagi cenderung kepada faedah duniawi dan ukhrawi tetapi dia berharap untuk mendapatkan kurniaan Allah s.w.t separti terbuka hijab-hijab yang menutupi hatinya. Orang ini merasakan amalnya yang membawanya kepada Tuhan.
Dia sering mengaitkan pencapaiannya dalam bidang kerohanian dengan amal yang banyak dilakukannya separti berzikir, bersembahyang sunat, berpuasa dan lain-lain. Bila dia tartinggal melakukan sesuatu amal yang biasa dilakukannya atau bila dia tergelincir melakukan kesalahan maka dia merasa dijauhkan oleh Tuhan. Inilah orang yang pada peringkat permulaian mendekatkan dirinya dengan Tuhan melalui amalan tarekat tasawuf. Jadi, ada golongan yang bersandar kepada amal semata-mata dan ada pula golongan yang bersandar kepada Tuhan melalui amal. Kedua-dua golongan tersebut berpegang kepada keberkahan amal dalam mendapatkan sesuatu.
Golongan pertama kuat berpegang kepada amal zahir, yaitu perbuatan zahir yang dinamakan usaha atau ikhtiar. Jika mereka bersalah memilih ikhtiar, hilanglah harapan mereka untuk mendapatkan apa yang mereka hajatkan. Ahli tarekat yang masih diperingkat permulaian pula kuat bersandar kepada amalan batin separti sembahyang dan berzikir. Jika mereka tartinggal melakukan sesuatu amalan yang biasa mereka lakukan, akan berkurangan harapan mereka untuk mendapatkan anugerah dari Allah s.w.t. Sekiranya mereka tergelincir melakukan dosa, akan putuslah harapan mereka untuk mendapatkan anugerah Allah s.w.t. Dalam perkara bersandar kepada amal ini, termasuklah juga bersandar kepada ilmu, sama ada ilmu zahir atau ilmu batin.
Ilmu zahir adalah ilmu penkehendakan dan pengurusan sesuatu perkara menurut kekuatan akal. Ilmu batin pula adalah ilmu yang menggunakan kekuatan gaib bagi menyampaikan hajat. Ia termasuklah penggunaan ayat-ayat al-Quran dan jampi. Kebanyakan orang meletakkan keberkahan kepada ayat, jampi dan usaha, hinggakan mereka lupa kepada Allah s.w.t yang meletakkan keberkahan kepada tiap sesuatu itu.
Seterusnya, sekiranya Tuhan izinkan, kerohanian seseorang meningkat kepada makam yang lebih tinggi. Nyata di dalam hatinya maksud kalimat: Tiada daya dan upaya kecuali beserta Allah. “Padahal Allah yang mencipta kamu dan benda-benda yang kamu perbuat itu!” ( Ayat 96 : Surah as- Saaffaat ) Orang yang di dalam makam ini tidak lagi melihat kepada amalnya, walaupun banyak amal yang dilakukannya namun, hatinya tetap melihat bahwa semua amalan tersebut adalah kurniaan Allah s.w.t kepadanya. Jika tidak karena taufik dan hidayat dari Allah s.w.t tentu tidak ada amal kebaikan yang dapat dilakukannya.
Allah s.w.t berfirman: “Ini ialah dari limpah kurnia Tuhanku, untuk mengujiku adakah aku bersyukur atau aku tidak mengenangkan nikmat pemberian-Nya. Dan (sebenarnya) siapa yang bersyukur maka faedah syukurnya itu hanyalah terpulang kepada dirinya sendiri, dan siapa yang tidak bersyukur (maka tidaklah menjadi masalah kepada Allah), karena sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya, lagi Maha Pemurah”. ( Ayat 40 : Surah an- Naml )
Dan tiadalah kamu berkemauan (melakukan sesuatu perkara) melainkan dengan cara yang dikehendaki Allah; sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui, lagi Maha Bijaksana (mengaturkan sebarang perkara yang dikehendaki-Nya). Ia memasukkan siapa yang kehendaki-Nya (menurut aturan yang ditetapkan) ke dalam rahmat-Nya (dengan ditempatkan-Nya di dalam syurga); dan orang-orang yang zalim, Ia menyediakan untuk mereka azab seksa yang tidak terperi sakitnya. ( Ayat 30 & 31 : Surah al-Insaan )
Segala-galanya adalah kurniaan Allah s.w.t dan menjadi milik-Nya. Orang ini melihat kepada takdir yang Allah s.w.t tentukan, tidak terlihat olehnya keberkahan perbuatan makhluk termasuklah perbuatan dirinya sendiri. Makam ini dinamakan makam ariffin yaitu orang yang mengenal Allah s.w.t. Golongan ini tidak lagi bersandar kepada amal namun, merekalah yang paling kuat mengerjakan amal ibadat. Orang yang masuk ke dalam lautan takdir, rido dengan segala yang ditentukan Allah s.w.t, akan senantiasa tenang, tidak berdukacita bila kehilangan atau ketiadaan sesuatu. Mereka tidak melihat makhluk sebagai penyebab atau pengeluar kesan. Di awal perjalanan menuju Allah s.w.t, seseorang itu kuat beramal menurut tuntutan syariat. Dia melihat amalan itu sebagai kendaraan yang boleh membawanya hampir dengan Allah s.w.t.
Semakin kuat dia beramal semakin besarlah harapannya untuk berjaya dalam perjalanannya. Apabila dia mencapai satu tahap, pandangan mata hatinya terhadap amal mulai berubah. Dia tidak lagi melihat amalan sebagai alat atau penyebab. Pandangannya beralih kepada kurniaan Allah s.w.t. Dia melihat semua amalannya adalah kurniaan Allah s.w.t kepadanya dan kehampirannya dengan Allah s.w.t juga kurniaan-Nya. Seterusnya terbuka hijab yang menutupi dirinya dan dia mengenali dirinya dan mengenali Tuhannya.
Dia melihat dirinya sangat lemah, hina, jahil, serba kekurangan dan faqir. Tuhan adalah Maha Kaya, Berkuasa, Mulia, Bijaksana dan Sempurna dalam segala segi. Bila dia sudah mengenali dirinya dan Tuhannya, pandangan mata hatinya tertuju kepada Kudrat dan Iradat Allah s.w.t yang meliputi segala sesuatu dalam alam maya ini. Jadilah dia seorang arif yang senantiasa memandang kepada Allah s.w.t, berserah diri kepada-Nya, bergantung dan berhajat kepada-Nya. Dia hanyalah hamba Allah s.w.t yang faqir.