google-site-verification:google0761525834d001de.html Slamet Setya Budi: Sejarah Kabupaten Tebo
Tampilkan postingan dengan label Sejarah Kabupaten Tebo. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sejarah Kabupaten Tebo. Tampilkan semua postingan

Jambi Daerah Paling Sebentar Dijajah Belanda

Sumber data diambil dari Museum Perjuangan Rakyat Jambi
(http://kajanglako.com/id-804-infografis-infografis-residen-jambi-masa-kolonial-belanda-19061942.html)
 
 
Peperangan besar terakhir yang terjadi di Jambi menjelang kemerdekaan terjadi pada 1925 yang dipimpin oleh Wahid. Perang itu sering disebut sebagai Perang Raja Batu atau Perang Serikat Abang.
Jambi (ANTARA News) - Peneliti Sejarah Jambi, Fachruddin Saudagar, Selasa (28/6) menyatakan, wilayah Jambi merupakan salah satu daerah di Nusantara yang paling sebentar dijajah Belanda.

Menurut dia, penelitian terkait keberadaan Belanda di Negeri Jambi telah dilakukan, dan berdasarkan bukti-bukti yang ada, ditarik kesimpulan bahwa Belanda menjajah Jambi termasuk paling singkat dari daerah lain di Nusantara.

"Analisa itu kami simpulkan setelah melakukan penelitian panjang atas perlawanan dan perjuangan rakyat Jambi yang dipimpin oleh Sultan Thaha Syaifuddin. Dan Didapat fakta bahwa negeri Jambi termasuk daerah yang paling singkat mengalami penjajahan Belanda," katanya.

Belanda Masuk ke Tanah Jambi dimulai dengan misi perdagangan yang dilakukan oleh VOC pada tahun 1615. VOC, terangnya, saat itu memohon kepada Sultan Abdul Kohar dari Kesultanan Jambi untuk mendirikan Loji di Muara Kumpeh.

"Dalam cerita rakyat setempat, Belanda pada waktu itu meminta izin untuk menanam labu di Jambi. Oleh sultan diizinkan, tapi Belanda kemudian tidak saja menanam labu di bidang yang telah disediakan, tapi malah menanam di lahan yang lain, sampai masuk ke dalam pekarangan dan perkebunan warga pribumi," sebut penulis buku
`Sultan Thaha Syaifuddin, Perang Tak Kenal Damai (1855-1904)' itu.

Namun, kelicikan Belanda itu mendapat perlawanan sengit dari rakyat Jambi, dan mengalami puncaknya pada masa pemerintahan Sultan Thaha Syaifuddin yang naik tahta menggantikan ayah dan pamannya Sultan Fachruddin dan Sultan Abdurrahman Nazaruddin pada 1855.

"Selama 46 tahun Sultan Thaha Syaifuddin mengobarkan perlawanan kepada Belanda, meskipun pada saat itu beliau harus menyingkir dari keraton dan wilayah kekuasaaanya di Kota Jambi yang diduduki oleh penjajah. Ia menyingkir ke Muara Tembesi, dan Desa Betung Berdarah, di Kabupaten Tebo," lanjut Fachruddin.

Meskipun serangan Belanda ke Desa Betung Berdarah yang merupakan tempat pertahanan Sultan pada malam 27 April 1904 menyebabkan kematiannya, namun perlawanan rakyat yang dipimpin oleh panglima-panglima andalan Sultan terus berlanjut.

"Sepeninggal Sultan, perang masih terus dilanjutkan secara sporadis oleh Raden Mattahir, Depati Parbo, Haji Umar, Raden Pamuk, Raden Perang, dan Wahid serta lainnya yang merupakan prajurit-prajurit andalan Sultan," jelasnya.

"Peperangan besar terakhir yang terjadi di Jambi menjelang kemerdekaan terjadi pada 1925 yang dipimpin oleh Wahid. Perang itu sering disebut sebagai Perang Raja Batu atau Perang Serikat Abang," lanjut dia.

Setelah Perang Raja Batu atau Perang Sarikat Abang ini usai dan Rakyat Jambi mengalami kekalahan pada 1925, barulah seluruh daerah Jambi dapat dikuasai oleh Belanda.

"Oleh karena itu, daerah Jambi termasuk salah satu daerah yang paling sedikit mengalami penjajahan Belanda," jelas dosen Universitas Jambi itu.

(PSO - 290)

Editor: Ella Syafputri
COPYRIGHT © ANTARA 2011

Sumber :  https://www.antaranews.com/berita/265575/jambi-daerah-paling-sebentar-dijajah-belanda
Baca selengkapnya

Sejarah Tebo Sejak Teluk Wen Hingga Kebangkitan Melayu

Kalau kita boleh jujur maka kita harus mengakui bahwa sejarah Kabupaten Tebo sejak era Melayu Kuno masih diliputi kegelapan. Ditambah lagi, wilayah administrasi dan topografi Tebo zaman dahulu berbeda dengan kondisi saat ini. Selain itu, dalam memahami wilayah Jambi khususnya Kabupaten Tebo maka tidak lepas dari  adanya teluk purba bernama "Teluk Wen". Keberadaan Teluk Wen patut diteliti lebih lanjut karena memiliki posisi yang menentukan dalam menyusun sejarah wilayah sumatera tengah. Kadangkala kita berfikir kenapa di Kabupaten Tebo ada daerah bernama Teluk padahal kita berada di daratan contoh Teluk Singkawang, Teluk Kayu Putih, dan Teluk Lancang. Mungkinkah ada kaitannya dengan adanya Teluk Purba Zaman dahulunya?

Nah, disini penulis merujuk gambaran Teluk Wen sebagaimana digambarkan oleh Prof. Sartono yaitu antara Jambi dan Tungkal terdapat teluk besar, Muara Tungkal terletak diujung pantai utara dan Jambi diujung pantai selatan, Ditepi utara disekitar Muara Tebo terdapat Kerajaan Tupo, disebelah selatan Muara Tebo terdapat suatu pulau bernama Pulei, kearah timur Kerajaan Tupo terdapat sebuah kerajaan bernama Koying yang memiliki banyak gunung berapi, di Tungkal terdapat sebuah kerajaan bernama Kuntala. Namun dengan adanya proses sedimentasi kemungkinan besar terjadinya perpindahan letak kerajaan.

Disini penulis tidak akan membahas secara detail mengenai sejarah ketiga kerajaan tersebut dikarenakan pernah dibahas dalam tulisan "Kisah Sejarah Dibalik Koin Ayam Kumpeh dan Tebo maupun Ada Apa Dengan Situs Tuo Sumay" namun Penulis akan sedikit menyinggung Kerajaan Tupo.

Sumber terkait Kerajaan Tupo dapat diperoleh dari berita china yang ditulis oleh Fu-nan-t'u-su-chw'en berasal dari K'ang-tai bertahun 245 - 250 yang melaporkan adanya negeri bernama Tupo. Sementara itu, Prof. Dr. Sartono berpendapat bahwa adanya transliterasi toponim tupo yang berbunyi Tebo. Nah disini kita patut mendalami apakah benar bukti Tebo sebagai pusat Kerajaan Tupo ? apabila dikemudian hari ditemukan bukti kuat selain berita dari china maka tidak dipungkiri Kerajaan Tupo lebih tua dibanding Kerajaan Kutai di Kalimantan Timur. Disamping itu, dalam ensklopedia Wen-hsien-t'ung-k'ao diterangkan bahwa kerajaan koying terletak 5000li (Penulis belum memahami apa yang dimaksud dengan satuan li) ditimur Chu-po tepatnya di Kerinci sekarang. Nah dengan adanya bukti kuat mengenai Kerajaan Koying di Kerinci membuktikan bahwa Kerajaan Tupo memang terletak di Kabupaten Tebo jika merujuk pada Wen-hsien-t'ung-k'ao.

Namun, eksistensi Kerajaan Tupo meredup setelah tahun 280 M.  Justru banyak berita dari china menceritakan tentang Kerajaan Koying. Karena diabad yang sama tepatnya di tahun 222 - 280 Wan-chen menjelaskan tentang adanya negeri bernama Koying dan cerita tentang koying juga disinggung dalam ensklopedia T'ung-tien (375 - 812).  Ada dugaan bahwa Kerajaan Tupo telah dikuasai oleh Kerajaan Koying dan menjadikan Muara Tebo sekarang sebagai Pelabuhan. Namun kita jangan berkecil hati dikarenakan Kabupaten Tebo memiliki peninggalan yang amat sangat berharga yaitu Candi yang mungkin bisa membuktikan letak Kerajaan Tupo maupun kerajaan lainnya.

Pada masa Sriwijaya eksistensi kerajaan melayu kuno mulai tenggelam. Namun ada yang menarik dari kisah Sriwijaya yaitu tentang kisah perjalanan I-Tsing yang pernah singgah di Sriwijaya selama enam bulan. Diceritakan dalam pelayarannya dari Kanton di China ke Nagapattam di India tahun 671/672 ia singgah di shelifoshe /Sriwijaya untuk belajar bahasa Sansekerta selama enam bulan. Setelah itu ia menuju ke Moloyou dimana ia tinggal selama dua bulan. Kemudian, ia melanjutkan perjalanannya ke Chieh-cha dan selanjutnya ke India. Dalam perjalanan pulangnya pada tahun 685 ia kembali singgah di Moloyou yang telah senjadi shelifoshe selama enam bulan.

Hal ini sesuai dengan isi Prasasti Kedukan Bukit tahun 683 mengisahkan perjalanan Dapunta Hyang membawa 20.000 orang prajurit meninggalkan Minanga Tamwan dengan perasaan suka cita penuh kemenangan.

Dalam perdebatan mengenai lokasi Kerajaan Moloyu para ahli merujuk pada kata "Minanga Tamwan". Lagi - lagi nama Tebo masuk dalam bahasan tersebut yaitu sesuai dengan definisi Prof. Slamet Muljana berpendapat bahwa. Istilah Malayu berasal dari kata Malaya yang dalam bahasa Sansekerta bermakna “bukit”. Nama sebuah kerajaan biasanya merujuk pada nama ibu kotanya. Oleh karena itu, ia tidak setuju apabila istana Malayu terletak di Kota Jambi, karena daerah itu merupakan dataran rendah. Menurutnya, pelabuhan Malayu memang terletak di Kota Jambi, tetapi istananya terletak di pedalaman yang tanahnya agak tinggi. Namun kembali lagi, kita dibingungkan oleh nama sebuah kerajaan apakah nama Koying, Kuntala, Tupo menjadi satu nama yaitu Moloyou. Penulis sendiri belum mendapatkan bukti kuat tentang perubahan nama tersebut.

Lebih lanjut, Prasasti Tanyore menyebutkan bahwa ibu kota Kerajaan Malayu dilindungi oleh benteng-benteng, dan terletak di atas bukit. Sehingga, Slamet Muljana berpendapat bahwa istana Malayu terletak di Minanga Tamwan sebagaimana yang tertulis dalam prasasti Kedukan Bukit. Menurutnya, Minanga Tamwan adalah nama kuno dari Muara Tebo. Namun belum banyak bukti kuat untuk mendukung pendapat ini. Penulis akan sedikit menganalisa dari kisah It-sing, apabila ia belajar bahasa sansekerta di Kerajaan Sriwijaya yang berlokasi di Muara Jambi maka besar kemungkinan lokasi Moloyou berada di Kabupaten Tebo bukan berarti harus di Muara Tebo namun bisa jadi di pedalaman Tebo. Perjalanan Dapuntya Hyang dari minanga tamwan juga tidak dijelaskan apakah pelayaran tersebut sampai di Marwat Wanua tanpa pernah singgah ketika dalam perjalanan atau datang secara serempak atau bertahap.

Menjelajahi peninggalan benda sejarah di Kabupaten Tebo penulis pernah menjumpai Keramik era Dinasti Sung (960M-1279M) dengan motif bunga lotus timbul, serta motif bunga yang memiliki tiga warna yaitu orange, hitam, dan hijau serta Tembikar Tradisional bermotif bunga teratai yang  yang ditemukan di wilayah Sumay. Sementara di Muara Tebo penulis juga menjumpai keramik zaman Dinasti Sung dengan glasir warna hijau dan warna keramik kulit telur bebek serta Keramik era Dinasti Yuan dengan warna kebiru - biruan dan motif rumit. Disamping itu, pada umunya keramik di Tebo mudah dijumpai di era Dinasti Ming (1368 M – 1643 M).

Hal itu menandakan diera shilifoshi sistem perdagangan atau pemukiman kuno menyebar diwilayah Tebo. Namun pemukiman masih terkonsentrasi disekitar Sungai Batanghari. Sebaran peninggalan sejarah di Tebo hampir dapat dijumpai di setiap kecamatan namun berbeda periodesasi.

Sementara itu, di akhir masa Kerajaan Sriwijaya serta dalam usaha pendudukan oleh Majapahit untuk menciptakan kesatuan Nusantara, Kerajaan Melayu II lebih dahulu telah menjalin hubungan dengan Singosari tahun 1286 M. Hal ini ditandai dengan pemberian hadiah oleh Raja Kartanegara kepada Raja Tribuanaraja Mauliwarmadewa di Swarnabhumi hal ini dikenal dengan nama Expedisi Pamalayu. Prasasti tersebut merupakan dokumen pertama yang menyebutkan dharmasraya terletak ditepi Sungai Batanghari. Menurut Uli Kozok Prasasti Amoghapasha juga ditemukan di Desa Rambahan Kabupaten Bungo - Tebo. Singkat cerita, Kerajaan Melayu II hanya bertahan 40 Tahun di Dharmasraya sebelum pindah ke Suruaso.

Setelah runtuhnya Kerajaan Singasari muncullah Kerajaan Majapahit (1293). Dalam Pupuh 13 Negarakertagama yang selesai dikarang tahun 1356 mencatat 24 Negara di Bumi Melayu mengakui kedaulatan Majapahit. Empat diantaranya inti Kerajaan Melayu II era Adityawarman yaitu Dharmasraya, Jambi, Minangkabau, dan Teba (Muara Tebo). Namun Casparis (1989) berpendapat bahwa Raja Malayu sendiri memiliki kedaulatan sempurna yang tidak takluk kepada siapapun.

Berangkat dari kisah diatas wilayah administrasi Kabupaten Tebo tentunya memiliki peranan penting diera kebangkitan Melayu sejak diruntuhkan oleh Sriwijaya. Kitab Negarakertagama memasukan Tebo sebagai wilayah inti  dari Melayu namun anehnya kenapa tidak masuk dalam wilayah Jambi dalam artian memiliki wilayah tersendiri. Setelah berakhirnya era Melayu II maka wilayah Tebo tetap masuk kedalam wilayah Kerajaan Melayu III.

Banyak peninggalan sejarah di Kabupaten Tebo yang terbentang dari VII Koto hingga Muara Tabir tentunya menandakan bahwa Kabupaten Tebo memiliki nilai sejarah yang layak untuk dilestarikan.  Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam menggambarkan sejarah tebo untuk itu perlu adanya pelurusan terkait hal ini dikarenakan tulisan ini ditulis semata - mata karena kecintaan dan keprihatinan terhadap Bumi Seentak Galah Serengkuh Dayung.

Ditulis Oleh : Slamet Setya Budi
Mahasiswa Jurusan Sastra Inggris Universitas Muara Bungo

Baca selengkapnya

Ini Dia Camat Rimbo Bujang, Dari Masa Ke Masa

Rimbo Bujang adalah salah satu Kecamatan dari 12 Kecamatan di Kabupaten Tebo, Provinsi Jambi. Terdiri dari 7 Desa dan 1 Kelurahan, Kecamatan Rimbo Bujang merupakan dataran rendah, dengan ketinggian 50-100 m dari permukaan laut.

Letak astronomisnya antara 1o29’22”–1o37’99”LS dan 102o13’6”–102o 18’8” BT. Adapun luas wilayahnya 408,30 km2. Luas wilayah tersebut merupakan 6,44% dari total luas Kabupaten Tebo.

Kecamatan Rimbo Bujang berbatasan  dengan Kecamatan Tebo Ulu di sebelah utara, Kecamatan Rimbo Ilir di sebelah timur, Kabupaten Bungo di sebelah selatan, dan Kecamatan Rimbo Ulu disebelah barat.

Dari delapan Desa/Kelurahan yang terdapat di Kecamatan Rimbo Bujang, Desa Sapta Mulia merupakan desa dengan luas paling kecil yaitu sebesar 33.78 km2. Sedangkan desa yang paling luas adalah Desa Pematang Sapat yaitu 75.24 km2.

Sebelum pecah menjadi 3 kecamatan, jumlah desa/kelurahan di Kecamatan Rimbo Bujang yaitu 1 kelurahan dan 20 desa. Setelah keluarnya Perda tanggal 10 April 2003 ,maka Kecamatan Rimbo Bujang Terpecah menjadi Kecamatan Rimbo Bujang, Rimbo Ulu dan Kecamatan Rimbo Ilir. Wilayah Administratif Kecamatan Rimbo Bujang terdiri dari 1 kelurahan dan 7 Desa, pada Tahun 2014 membawahi 48 Dusun, 15 rukun warga dan 382 RT. Semua desa/kelurahan di Rimbo Bujang merupakan desa swadaya. Tidak terdapat penambahan dusun maupun RT secara signifikan di tahun ini, tetapi ada beberapa desa yang jumlah dusunnya berkurang dikarenakan penyesuaian dengan perda yang dikeluarkan pada tahun 2014 ini yaitu maksimal 8 dusun.

Jumlah penduduk Kecamatan Rimbo Bujang akhir tahun 2014 adalah 64.370 jiwa. Jumlah ini mengalami penurunan jika dibandingkan dengan tahun 2013. Tahun 2014 BPS menggunakan proyeksi SP 2010, berbeda dengan tahun 2013 yang menggunakan data SUSENAS 2012 . Sehingga data tersebut tidak dapat dibandingkan. Dengan jumlah laki-laki 33.442 jiwa dan perempuan 30.928 jiwa, setiap km2 dihuni oleh 158 jiwa. Jumlah rumah tangga kecamatan Rimbo Bujang pada tahun ini yaitu 16.423 rumah tangga, dengan jumlah jiwa dalam setiap rumah tangga 4 orang. Ukuran pemusatan penduduk Kecamatan Rimbo Bujang pada tahun 2014 untuk laki laki berkisar 25 - 29 tahun dan untuk perempuan berkisar pada umur 10 -14 tahun. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ukuran pemusatan penduduk berkisar pada umur 10 - 14 tahun dan juga 25 - 29 tahun.

NAMA - NAMA CAMAT RIMBO BUJANG

No Nama Lengkap Menjabat S/D

1 Drs.Karmai 1977 - 1984

2 Drs.Abdullah Hich 1984 -1986

3 Drs.Dewa Liga Braksan 1986 - 1993

4 Mawardi,BA 1993 -1996

5 Marzuki, BA 1996 -1996 *)

6 Drs.Syargawi Ishak 1996 - 2001

7 Drs.Asvan Deswan 2001 - 2001

8 Drs. Asnawi Zakaria 2001 - 2007

9 Drs. Eryanto. MM. 2007 - Okt 2010

10 Taufik Hidayat, S.E Okt-2010 - Agus 2011

11 Aswadi 11-Sep - Okt 2011 *)

12 Suparna, S.E Okt-2011 Juni 2015

13 Sakiman, SP,. MM Juli 2015 - Sekarang

Sumber : BPS Kabupaten Tebo 2015

Baca selengkapnya

Asal Usul Rajo Jambi

Negeri Jambi yang dahulu dikenal sepucuk Jambi Sembilan Lurah,dimasa itu belum mempunyai raja. Di samping itu pula belum mempunyai tempat yang tertentu sebagi ibu negeri. Yang ada waktu itu ialah Tujuh Koto, Sembilan Koto, Petaji, dan Muara Sebo, semuanya mempunyai kebebasan sendiri-sendiri. Negeri-negeri ini tunduk kepada Batin dua Belas dan pusatnya ialah Dusun Mukomuko yang mempunyai sebuah istana di kaki bukit Si Guntang di Sumai suatu tempat tersuruk jauh di pedalaman.

Baca Juga : Asal Usul Bukit Siguntang Tebo

Tujuh Koto bukan koto nan tujuh, tetapi bermakna dubalang nan tujuh. Begitu pula Sembilan Koto bermakna dubalang nan Sembilan. Batin Duo Belas berarti dubalang nan duo belas. Muara Sebo Berarti tkang sambut tamu. Sedangkan Petajin berarti tukang tarah atau pertukangan.

Mengingat peranan seorang raja amat penting karena berfungsi sebagai pemimpin yang akan mempersatukan negeri-negeri, maka pada masa itu diputuskan untuk mencariseseorang yang patut di antara mereka untuk diangkat sebagai pemimpin. Pemimpin yang sekaligus sebagai rajaUntuk melaksanakan keinginan tersebut bermufakatlah semua negeri tadi untuk berkumpul di Dusun Mukomuko. Dubalang nan tujuh. Dubalang nan Sembilan, dan dubalang nan dua belas berkjmpul disana. Dengan berkumpul itu mereka dapat bermusyawarah untuk menetukan siapa yang patut diangkat sebagai raja. Seseorang dapat menjadi raja harus yang tahan uji. Orang itu harus tahan dibakar. Direndam tiga hari tiga malam. mampu dijadikan peluru meriam yang akan ditembakkan dalam terakhir harus lulus pula dari ujian digiling dengan kilang besi.

“Siapa yang bersedia diangkat sebagai Raja?” Kata salah seorang dubalang yang dua belas kepala dubalang nan tujuhdan dubalang nan sembilan. “ Kalau dubalang di negeri kita ini cukup. Tetapi raja kita belum punya.”

Mendengar ucapan dan tawaran itu, pada Dubalang dari Tujuh Koto menyatakan kesanggupan pihak mereka. Kemudian disusul pula oleh Sembilan Koto dan Bati Duo-Belas yang tak hendak ketinggalan dari rekan mereka. Tentu saja gelagat yang seperti ini menimbulkan hal yang tidak menyenangkan. Maka ketiga negeri tersebut segera berembuk mencari jalan keluar. Masing-masing harus menjalani ujian dengan dibakar, direndam tiga hari tiga malam, dijadikan peluru meriam, dan harus sanggup digiling dengan kilang besi.

Baca Juga : Apa Itu Sang Nila Utama ?

Pertama sekali yang menjalani ujian ialah salah seorang Dubalang dari sembilan koto. Ia dibakar direndam tiga hari tiga malam, dan dijadikan peluru meriam, ternyata semua ujian itu dapat dilewati tanpa mencederainya sedikit juapun. Ujian berikutnya digiling dengan kilang besi. Ternyata pada ujian ini ia tak sanggup. Karena Dubalang Sembilan Koto tidak berhasil menjalani ujian, maka dipanggilah Dubalang dari Tujuh Koto. ”Siapa pula gerangan di antara kalian Dubalang Tujuh Koto yang sanggup?” Tanya wakil Dubalang Batin Duo Belas.

“Ha, di antara kami ada yang sanggup jawabsalah Dubalang yang bertujuh.Dubalang Tujuh Koto pun dibakar. Ia lolos dalam ujian. Kemudian direndam tiga hari tiga malam. Lolos juga. Dimasukkan pula ke dalam mulut meriam. Untuk ditembakkan. Masih juga berhasil. Ujian berikutnya digiling dengan kilang besi. untuk ujian yang begini ternyata dubalang tersebut tidak mampu ia mengaku kalah.

Tibalah pula giliran dubalang nan dua belas. Salah seorang tampil ke tengah gelanggang. Semua ujian dapat dilewatinya dengan baik. Tetapi ketika sampai pada ujian keempat digiling dengan kilang besi ia tak sanggup sama sekali.”

Baca Juga : Tebo Menyerang Pagaruyung?

Kembali Dubalang dari ketiga negeri tersebut mengadakan perundingsan mereka semua tidak mampu lolpos dalam ujian yang mereka jalani. “

Kita harus mencari seorang Raja dari Negeri lain Kata salah seorang Dubalang Nan Duo Belas.

Maka diputuskanlah untuk mencari seseorang dari negeri lain untuk diangkat menjadi raja. Rombongan pencari raja mulai berjalan dari satu negeri ke satu negeri, berlayar dari satu tempat ke tempati lain. Menjelajahi daerah-daerah asing, bertanya kalau-kalau ada seseorang yang bersedia diangkat menjadi raja. Namun yang dicari tak kunjung bertemu. Dalam keadaan putus asa akhirnya rombongan itu sampai di negeri Keling. Dengan sia-sia tenaga mereka kitari negeri besar dan ramai itu. Kalau nasib akan beruntung di sana bertemu dengan seseorang yang nampaknya memenuhi harapan mereka. Orang itu patut benar diankat segagai raja negeri Jambi, negeri mereka. Tanpa kesukaran calon raja tadi lalu dibawa ke Jambi dengan kendaraan dendang yang mereka gunakan semula.

Setelah beberapa lama berlayar di lautan, mereka samapi di muara sebagai sungai yang amat besar. Mereka lalu berhenti di sana Timbul dalam pikiran mereka untuk menguji calon raja yang mereka bawa dengan suatu soal. Para hulubalang segera mengajukan pertanyaan kepada calon raja mereka.“Elok kiranya Tuanku, jika dapat menjawab sebuah pertanyaan kami!” kato salah seorang dubalang “Muara sungai tempat kita berhenti ini apa gerangan namanya. “Ha, inilah yang bernama muara kepetangan hari “jawaba calon raja tersebut.

Dari ucapan dan jawaban beliau ini maka kemudian dinamakan sungai besar tersebut Batang Hari, hingga sekarang.

Ucapan dan jawaban beliau itu sangat mengembirakan para hulubalang. Dalam pikiran mereka orang yang mereka bawa itu lolos dalam ujian pertama. Kalau nanti ujian-ujian selanjutnya dapat ditempuhnya dengan baik maka berarti memang patut diangkat sebagai raja.

Dengan perasaan gembira rombongan itu pun melanjutkan perjalanan menuju Mukomuko. Berhari-hari mereka memudiki sungai Batang Hari. Akhirnya mereka sampailah di Mukomuko, ibu negeri Batin Duo Belas. Begitu sampai dikumpulkanlah semua rakyat beserta sekalian menteri dan hulubalang, baik para hulubalang darei Tujuh Koto, Sembilan koto, maupun dubalang dari Batin Duo Belas sendiri. Mereka berkumpul di sana untuk menyaksikan calon raja mereka menjalani ujian.Mulailah diadakan pengujian yang mendebarkan hati bagi setiap orang yang menyaksikannya. Mula-mula calon raja dibakar, ia tidak cedera sedikitpun. Direndam tiga hari tiga malam, ternyata tidak apa-apa juga, ia diangkat dari dalam air dalam keadaan segar-bugar. Beliau segera pula dimasukkan ke dalam mulut meriam lalu tembakkan. Masih tidak apa-apa.

Ujian Beriktunya, yang amat mengerikan,, digiling dengan kilang besi yang sedang dipajang. Semua mata memandang kepadanya. Apakah calon raja mereka sanggup menuyelesaikan ujian yang terakhir ini?, Apakah nanti tubuhnya tidak akan remuk dihantam putaran kilang besi yang menakutkan itu? Kilang besi terdengar kroyak—kreyok karena sudah diputar. Calon raja jemputan dari negeri Keling ini menyorongkan tangannya masuk ke dalam dua jepitan kilang, kilang berhenti berputar. Kemudian kakinya. Maka ketiak kaki itu disorongkan, kilang besi pun remuk seketika hancurl berkeping-keping. Melihat ini rakyat bertempik sorak.

Menteri dan hulubalang menyerbu ketengah gelanggang ke tempat bakal raja mereka. Bakal raja itu mereka dukung dan diusungkan ke istana. Karena semua ujian berhasil dilewatinya, dengan resmi ia pun diangkat sebagai raja. Pestabesar segera diadakan meresmikan pengangkatan raja yang mulai diserahi kekuasaan untuk memerintah.

Setelah resmi menjadi raja, dan setelah ia berkuasa baginda memerintahkan kepada rakyatnya membuat sibuah lukah. Lukah tersebut harus dipasang diatas bukit. Menghadapi keadaan yang ganjil ini, rakyat tak habis pikir. Adakah mungkin lukah dipasang di atas bukit? Bukankah lukah alat untuk menangkap ikan? Ikan mana pula yang akan masuk kedalam lukah yang dipasang diatas bukit? Pikiran-pikiran gundah mulai timbul dikalangan rakyat. Dubalang nan tujuh, dubalang nan Sembilan, dan dubalang nan dua belas, mencoba mencari-cari kebijaksanaan apa yang tersembunyi di balik perintah raja yang musykil yang dibebankan kepada rakyat. Tetapi karena tak kunjung mendapat jawaban, dan makin bertambah pelik, maka mereka berangkat untuk menerima perintah raja mereka. Karena takut dubalang tadi terpaksa juga akhirnya membuat lukah seperti yang diperintahkan raja. Begitu selesai, lukah tersebut segera dibawa ke atas bukit dan dipasang disana.

Lukah sudah terpasang. Dubalang nan tujuh, nan sembilan, dan nan dua belas bergantian menengok lukah yang ditaruh di atas bukit itu. Jangan-jangan seekor ikan besar telah ada didalamnya. Kalau tidak diulangi dikhawatirkan ikan tersebut menjadi busuk. Mereka bergantian dari hari ke atas bukit. Kalau dubalang nan tujuh sudah kembali, giliran dubalang nan sembilan pergi pula ke atas bukit.Kalau, dubalang nan sembilan telah pula kembali, giliran dubalang nan dua belas pergi pula ke sana. Begitulah seterusnya mereka bergantian bertugas melihat luka yang dipasang di atas bukit tersebut. Namun yang mereka temui masih lukah kosong seperti yang terpasang semula. Kendatipun demikian karena patuh kepada raja, mereka tetapsetiap bergantian melihat. Kalau-kalau lukah yang mereka pasang dahulu itu telah mengena. Mereka tertawa sabar menjalankan tugas.

Suatu ketika tiba giliran pula dubalang nan dua belas memanjat ke atas bukit mengulangi lukah yang terpasang. Dilihatnya lukah telah berisi. Ia pun bergegas melapor kepada raja di istana. “Kena Tuanku!” katanya kepada raja,” Lukah kita mengenai sesuatu “Bagus!” jawab raja. “Asahlah pedang tajam-tajam oleh kalian dubalang nan tujuh, sembilan, dan dua belas. “Para dubalang tadi mulailah mengasah pedang, mereka bergantian bekerja.Akhirnya pedang pun tajamlah. Karena ketajamannya rambutdi ampaikan di atasnya akan putus. Pedang telah tajam. Lukah pun segera dijemput. Di dalam lukah itu terlihat hantu pirau. Badannya kecil. Bentuknya persis seperti manusia, bahkan mahluk bersebut dapat berbicara dalam bahasa manusia. Ucapannya dapat dipahami. Sifat hantu pirau dapat menyebutkan asal-usul seseorang tanpa diberitahukan terlebih dahulu. Itulah keistimewaannya yang luar biasa. “Ooi,Tuanku!” kata hantu pirau tersebut kepada raja. “Hamba jangan dibunuh! Kalau hamba dibunuh tak ada gunanya sama sekali bagi Tuanku. Lebih baik lepaskan saja hamba. Apa saja kehendak Tuanku akan hamba beri!”Kalau begitu katamu!”boleh!” jawab raja pula. “Aku minta cincin cinta-cinta. apa yang diminta anda?”Mendengar ucapan raja tersebut, hantu pirau sangat gembira. Sekejap mata ia telah memberikan apa yang dimintaraja tadi. Raja pun demikian pula dengan gembira mengambilcincin tersebut lalu dipasangkannya ke jari tangannya. Sesudah itu disuruhnya dubalang yang ada didekatnya melepaskan hantu pirau yang terkurung di dalam lukah tadi.

Peristiwa lukah mengenai hantu pirau telah berlalu. Begitu pula cincin cinta-cinta telah dimiliki oleh raja. Semua ini bagaikan suatu peristiwa biasa bagi rakyat. Tetapi tidak demikian halnya dengan raja. Beliau inigin membuktikan kemukjizatan serta mengadakan apa yang dimintanya hendaknya janganlah diketahui rakyatnya. Dan sebaliknya pula itu dilakukan bukan di Mukomuko, tetapi dikeling negeri kelahirannya sendiri. Berdasarkan pertimbangan-pertrimbangan ini baginda memutuskan untuk segera kembali ke keeling. ia dapat leluasa di sana mencobakan keampuhan cincinnya.Sesampai di negerinya ia pun segera meminta agar kota Bombai berhiaskan berlian segalanya. Sungguh luar biasa apa yang beliau pinta terkabul seluruh bombai lampu-lampunya bertatahkan intan berlian. Mesjid-mesjidnya dihiasiintan gemerlapan.

Mungkin terlena akan kekayaan yang dimilikinya, raja tidak hendak kembali lagi ke Jambi lyang berbalik hanya anaknya yang bernama SultanBaring. Sultan Baring inilah yang melanjutkan pemerintahan di negeri Jambi. I adapt bertindak sebagai raja yang diingini rakyat. Kelak ternyata Sultan Baring ini menurunkan anak yang akan menjadi raja yang turun-temurun. Ada raja Itam, Sultan Taha, sampai kepada raden-raden misalnya Raden Inu Kertopati.

Sumber : Somad, Kemas Arsyad. 2003. Mengenal Adat Jambi Dalam Perspektif Modern. Jambi : Dinas Pendidikan Jambi

Baca selengkapnya

Situs Tuo Sumay dan Kerajaan Tertua di Kabupaten Tebo

Ada Apa Dengan Situs Tuo Sumay....?:

PT.Pusat Penerangan Terkini Minggu, 05 Juli 2015 Minggu, Juli 05, 2015

The Jambi Times - Tebo - Secara administratif Situs Tuo Sumay terletak di Dusun Ulu Gedong DesaTuo Sumay Kecamatan Sumay Kabupaten Tebo. Situs Tuo Sumay beberapa tahun ini mencuat kepermukaan hingga dapat menarik minat peneliti - peneliti tersohor di Indonesia. Situs Tuo Sumay pertama kali diperkenalkan pada tahun 1990 dalam Pameran Pembangunan di Jambi namun yang dipamerkan adalahFragmen Bata Kuno oleh perwakilan Bungo - Tebo. Batu Bata Kuno yang ditemukan diduga menandakan adanya sebuah candi pada wilayah tersebut. Setelah itu, Pada tahun 1991 Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Propinsi Jambi, Sumatera Selatan, dan Bengkulu melakukan pendataan namun tidak menghasilkan informasi. Hal ini dikarenakan lokasi penemuan Fragmen Bata Kuno masih terdapat pohon - pohon besar, pohon salak, dll.

Disamping itu, masyarakat setempat juga melaporkan adanya temuan - temuan seperti piring - piring keramik, tusuk konde, kalung, cincin, jarum dll. Pada Seminar Melayu Kuno pada tahun 1992 di Jambi Fachrudin Saudagar dalam Pemaparanya mengenai The Expansion of The Ancient Malay in Jambi atau Perkembangan Kerajaan Melayu Kuno di Jambi menempatkan Dusun Tuo Sumay menjadi salah satu wilayah yang dianjurkan untuk diselidiki. Pada tahun 1995 dilakukan survey dilokasi temuan bata - bata kuno. Hasil Survey menunjukan bahwa fragmen bata - bata kuno ditemukan diatas gundukan dan disekitar rumah penduduk. Namunfragmen bata kuno tersebut dijadikan sebagai alas tiang rumah, dapur, teras,dan halaman rumah.

Kemudian, pada tahun 1996 dilakukan pemugaran gundukan dimana disisi barat dan utara adalah tempat perkampungan penduduk. Sementara sisi timur dan selatan berbatasan dengan makam. Pada tahun 1999 dilakukan ekskavasi penyelamatan oleh Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Provinsi Jambi, Sumatera Selatan, dan Bengkulu. Dalam ekskavasi tersebut menghasilkan temuan Keramik Asing berbentuk wadah dan keramik lokal. Perbedaan temuan keramik menunjukan adanya perbedaan prilaku dengan kebudayaanpada situs lainnya. Hal ini dapat di simpulkan dikarenakan lokasi yang terdapat di pinggir Batang Sumay serta banyaknya pemukiman kuno maka menunjukan akulturasi budaya.Kerajaan Melayu Kuno Banyak perspektif dan dugaan - dugaan yang muncul perihal penemuan Situs Tuo Sumay yang diperkirakan usianya lebih tua dibandi Situs Candi di Muaro Jambi. Dimana diSitus Candi Tuo Sumay memiliki perbedaan Fragmen Bata yaitu bata merah dan putih. Diduga batu batamerah digunakan sebagai dasar bangunan dan batu bata putih sebagaibangunan utama dari ukuran batu batasaja sudah menunjukan perbedaan dengan Candi di Muaro Jambi. Dalam dunia sejarah di Indonesia mengenai kerajaan - kerajaan kuno banyak yang menyangka bahwa Kerajaan Kutai Kartanegara adalah kerajaan tertua di Indonesia. Di Jambi sendiri terdapat sedikitnya dalam berita china ada 3 kerajaan tua.

Kandali/Kantoli/Kuntala

Dalam makalah Prof. Sartono yang diseminarkan di Jambi mengenai Sejarah Melayu Kuno hanya salah satudari sekian banyak pakar peneliti mengenai Kerajaan Melayu Kuno. Nama Kandali telah dikenal oleh Kaisar Hsiau-wu (459 - 464) menurut catatanya Raja dari Kandali bernama Sa-pa-la-na-lin-da menyuruh utusanya bernama Taruda untuk pergi ke negeri China sebagai Utusanya. Sedangkan menurut Catatan Kaisar Wu dari Dinasti Liang (502 - 549) Kerajaan Kandali mengirim utusanya keChina pada tahun 502, 519, dan 520. Dilaporkan juga bahwa Kerajaan Kandali berada di laut selatan dan adatkebiasaanya seperti penduduk kamboja dan champa. Menurut Mulyana menuturkan bahwa Toponin Kantoli dan Kandala yang berada di sekitar Jambi mungkin berasal dari India Selatan. Kedua Toponim yakni Kandali dan Kantoli, berasal dari Transliterasi China . Namun peneliti banyak meyakini lokasi Kuntala beradadi Sungai Tungkal yang bagian hulunya bernama Sungai Pengabuan.

Koying

Catatan yang dibuat oleh K'ang-tai dan Wan-chen dari Dinasti Wu (222 - 280) tentang adanya negeri bernama Koying. Tentang negeri juga dimuat dalam ensklopedi Tung - tien yang ditulis oleh Tu-yu (375 - 812) dan disalin oleh Ma-tu-an-lin dalam ensklopedi Wen-hsien-t'ungkao (Wolters dalam Sartono 1992 : 86) diterangkan bahwa kerajaan Koying ada gunung api dan daerah sebelah selatan ada sebuah teluk bernama Wen. Dalam teluk tersebut ada pulau bernama Pulei. Serta penduduk yang mendiami pulau tersebut semuanya telanjang bulat, dengan kulit bewarna hitam, giginya putih, dan matanya merah. Menurut catatan china yang lain disimpulkan lokasi Koying berada di Indonesia bagian barat seiring perkembangan zaman maka kerajaan koying sesuai dengan bukti arkeologi serta sumber - sumber lainnya disimpulkan lokasi Koying di Kerinci.

Tupo, Shepo, Tchupo

Menurut Ferrand (1992 dalam Sartono: 86) ada catatan sejarah China yang ditulis Fu-nan-t'u-su-chw'en berasal dari K'ang-tai bertahun 245 - 250 yang melaporkan adanya negeri bernama Tupo. Selain itu adanya transliterasi toponim Tupo yang identik berbunyi Tebo maka ada kemungkinan lokasi Tupo berada di Tebo.

Dari perdebatan sejarah selama ini Kerajaan Tupo lah yang menjadi perdebatan menarik selain minimnya sumber berita china tidak seperti Koying dan Kuntala namun tentunya Tupo memiliki sejarahtersendiri. Dalam Folklore masyarakat jambi tentang asal - usul rajo jambi menyebutkan wilayah tebo memegangperanan penting.Situs Tuo Sumay mencuat kepermukaan bisa jadi adalah untuk mengungkap Sejarah Kerajaan Tupo. Hal ini menarik untuk dikaji mengingat minimya penelitian sejarah di Kabupaten Tebo. Padahal Kabupaten Ini memiliki peranan cukup krusial di Sejarah Jambi bahkan sampai internasional. Berbondong - bondong peneliti untuk mencari data dan fakta jika dalam penelitian menunjukan Situs Tuo Sumay dibangun pada Abad ke 3 - 5 bisa jadi Kebesaran Kerajaan Tupo akan terungkap dan Kesejarahandi Kabupaten Tebo bukan lagi sebuah cerita pengantar tidur.

Slamet Setya Budi
Penulis adalah  Pengurus Palang Merah Indonesia Kabupaten Tebo

Baca selengkapnya

Opini Mahasiswa : PR Pemerintah Jambi,Selesaikan Konflik Agraria




(Foto:ilustrasi)
The Jambi Times - Opini - Berlarutnya konflik agraria yang terus menelan korban jiwa, membuktikan bahwa pemerintah daerah dan pusat hingga sekarang belum berkomitmen untuk menyelesaikan konflik agraria yang terjadi di tanah air, tidak terkecuali di Propinsi Jambi.
Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) yang telah menginjak usia 55 tahun terasa hanya sebuah peraturan yang dibuat untuk dilanggar. Sejak diundangkan pada tanggal 24 September 1960, UUPA 1960 ditetapkan menjadi Payung Hukum Agraria di Indonesia, tujuan diundangkannya UUPA
1960 yaitu untuk merombak ketidakadilan struktur agraria warisan kolonial.
Pembangunan di Propinsi Jambi memang berlangsung pesat tidak terkecuali dalam sektor perekonomian. Kebijakan pemerintah membuka kran investasi bagi perusahaan besar adalah satu bukti untuk mengembangkan sektor perekonomian di Propinsi Jambi. Namun kadangkala tidak semua investasi bagi perusahaan memberikan dampak positif bagi Masyarakat. Konflik Agraria merupakan sebuah dampak dari Kebijakan pemerintah yang kurang hati - hati dalam memutuskan sebuah kebijakan. Akibatnya, kini kualitas kehidupan petani semakin menurun karena lahan
garapan semakin menyempit.
Sektor perkebunan dan infrastruktur merupakan dua sektor yang paling banyak konfliknya di Indonesia. Disamping itu, konflik di kedua sektor itu cenderung meningkat dengan tajam. Seperti dikutip dalam situs inkrispena.org Selama 2012-2014, konflik di sektor perkebunan meningkat sebanyak 95 konflik atau 105,6%, sementara konflik di sektor infrastruktur meningkat sebanyak 155 konflik atau 258%.
Pada tahun 2012 dan 2013, perkebunan merupakan sektor yang konfliknya pertama terbanyak. Namun, pada 2014, sektor yang konfliknya pertama terbanyak adalah sektor infrastruktur dengan 215 konflik, sementara sektor perkebunan ada di posisi kedua dengan 185 konflik. Adapun sektor lainnya, seperti kehutanan, pertambangan dan pesisir/perairan, meski konfliknya terus ada, tetapi jumlahnya cenderung fluktuatif.
Di Propinsi Jambi kondisinya tidak jauh berbeda dimana konflik agraria akibat pembangunan infrastruktur dan perkebunan menjadi isu terhangat. Konflik perampasan tanah (land grabbing) yang kian marak terjadi akhir-akhir ini. Land Grabbing adalah muara dari berbagai konflik yang lama terpendam. Berbagai konflik itu di akibatkan oleh praktik perusahaan besar monopoli. Utamanya oleh perkebunan besar kelapa sawit, HTI (Hutan Tanaman Industri) dan Tambang.
Akar berbagai konflik agraria di Jambi selama ini di latar belakangi oleh berbagai hal. Seperti perampasan tanah, perebutan lahan, tumpang tindih lahan dan berbagai konflik lainnya. Hampir setiap tahun terjadi berbagai konflik antara Petani dan Perusahaan di banyak tempat. Kejadian semacam ini merupakan manifestasi dari kekecewaan masyarakat terhadap perilaku perusahaan besar nakal serta pengawasan pemerintah yang belum maksimal.
Konflik agraria dan penguasaan sumberdaya alam tidak hanya mengakibatkan tanah yang menjadi tumpuan hidup petani “terampas”. Disamping itu, kadang kala terjadi kriminalisasi dan pengalihan isu yang cenderung menggunakan pendekatan kekerasan. Sementara pemerintah seakan-akan berpangku tangan dan lambat merespons untuk upaya penyelesaian.
Pemerintahan Desa dan lembaga adat desa seharusnya menjadi ujung tombak dalam penyelesaian namun kadang kala tidak berdaya dalam menengahi persoalan tersebut. Berbagai konflik agraria dan korban jiwa terus berjatuhan sudah seharusnya ini menjadi prioritas pemerintah untuk lebih jeli dan tegas dalam pengawasan serta hukum. Pekerjaan Rumah yang tidak mudah bagi Pemimpin di Propinsi Jambi namun harus diselesaikan. Bahkan akan lebih bijaksana bila pemerintah berani menindak tegas perusahaan-perusahaan yang melakukan pelanggaran HAM dan tindakan kekerasan lainnya terhadap masyarakat di Propinsi Jambi.
 Ditulis Oleh : Slamet Setya Budi
Mahasiswa Jurusan Sastra Inggris Universitas Muara Bungo
Baca selengkapnya
Sejarah Tebo

Sejarah Tebo

Kabupaten Tebo adalah salah satu kabupaten di Provinsi Jambi, Indonesia. Kabupaten ini berasal dari hasil pemekaran Kabupaten Bungo Tebo, tanggal 12 Oktober 1999.
Semangat reformasi tahun 1998 yang terjadi di Indonesia memberi dampak yang besar pada pemerintahan Provinsi Jambi, baik pada lembaga eksekutif maupun legislatifnya. Dalam hubungan itu Pemerintah Propinsi Jambi melalui Surat Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jambi Nomor 135/2465/Pem Tahun 1999 memprogramkan Rencana Pemekaran Wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II. Dengan terbitnya Surat Gubernur Jambi tersebut ditindaklanjuti oleh Bupati Bungo Tebo, Drs. H. Sofian Ali, dengan menerbitkan Surat Keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Bungo Tebo Nomor 669 Tahun 1999 tentang Tim Pelaksanaan Penerapan Pembentukan Daerah Tingkat II Kabupaten Bungo Tebo. Hal yang sama didukung pula oleh DPRD Kabupaten Daerah Tingkat II Bungo Tebo Nomor 170/271/1999 tanggal 21 Mei 1999.
2. PEMERINTAHAN KABUPATEN TEBO
3.1. Masa Bhakti Bupati Tebo Carateker (12 Oktober 1999-24 Mei 2001)
Drs. H.A. Madjid Mu’az, MM dilantik sebagai sebagai Pejabat Bupati Kabupaten Tebo oleh Menteri Dalam Negeri Ad Interim di Jakarta. Tanggal 18 Oktober 1999 dilaksanakan acara pengantar tugas Bupati Tebo oleh Gubernur Jambi yang diwakili Wakil Gubernur Drs.H. Hasyip Kalimudian Syam, MM, yang diselengggarakan di Kantor Camat Muara Tebo pada tanggal 12 Oktober 1999
3.2. Masa Bakti Bupati Tebo Periode 2001-2006
Pada tanggal 16 Desember 2000 berdasarkan Surat Gubernur Jambi atas nama Presiden RI Nomor 483 Tahun 2000 sebanyak 30 orang anggota DPRD Kabupaten Tebo diambil sumpah atau janjinya oleh Ketua Pengadilan Negeri Muara Bungo, Sjofian Muchammad, SH. Sidang pleno DPRD kabupaten Tebo pada tanggal 9 Mei 2001 memilih pasangan Drs.H.A. Madjid Mu'az, MM dan Drs. H. Helmi Abdullah sebagai Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Tebo untuk periode 2001 – 2006. Drs.H.A. Madjid Mu'az, MM dan Drs. H. Helmi Abdullah dilantik oleh oleh Gubernur Jambi Drs.H. Zulkifli Nurdin, MBA atas nama Presiden pada tanggal 25 Mei 2001.
3.3. Masa Bakti Bupati Kabupaten Tebo periode 2006-2011
Pemilihan bupati dan wakil bupati untuk periode 2006 -2011 dilaksanakan secara langsung oleh masyarakat sesuai dengan amanat undang-undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Pilkada secara langsung untuk pertama kalinya di Kabupaten Tebo dilaksanakan pada tanggal 25 April 2006.
Pelaksanaan pilkada tersebut dapat dilaksanakan dengan baik, hal ini terlihat dari tingginya partisipasi masyarakat dimana suara sah mencapai 83,45%. Dalam pilkada tersebut, Drs.H.A. Madjid Mu'az, MM yang berpasangan dengan Sukandar, S.Kom, memperoleh suara 47,50%, mengalahkan tiga pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati lainnya.
Pada tanggal 12 Juni 2006, pasangan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Tebo terpilih, Drs.H.A.Madjid Mu'az, MM dan Sukandar, S.Kom, dilantik oleh Gubernur Jambi Drs. H. Zulkifli Nurdin, MBA atas nama Menteri Dalam Negeri di Aula Kantor DPRD Kabupaten Tebo.
3.4. Masa Bakti PJ Bupati Kabupaten Tebo (20 Juni 2011 – 27 Agustus 2011)
Proses Pemilukada yang menghabiskan waktu yang relatif lama, menyebabkan terjadinya kekosongan jabatan bupati, agar roda pemerintahan tetap berjalan, Gubernur Jambi menunjuk Ir. H. Haviz Husaini, MM sebagai Penjabat Bupati Kabuapten Tebo yang dilantik pada tanggal 20 Juni 2011 berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor: 131.15-472 Tahun 2011 tentang pengesahan pemberhentian Bupati Tebo dan Pengangkatan Penjabat Bupati Tebo Provinsi Jambi tertanggal 16 Juni 2011. Sebelumnya, Gubernur Jambi menunjuk H. Abdullah SH, MM menjadi Pelaksana Harian (Plh) Bupati Tebo.
3.5. Masa Bakti Bupati Kabupaten Tebo periode 2011 – 2016
Pemilihan umum Kepala Daerah Kabupaten Tebo untuk periode 2011- 2016 dilaksanakan pada tanggal 10 Maret 2011 yang diikuti oleh 3 pasang kandidat yaitu H. Sukandar, S.Kom, M.Si – Hamdi, S.Sos, MM, H. Ridham Priskap, SH, MH,MM- Eko Putra HS, SH, M.Si dan Yopi muthalib, BBA, MBA - Ir. H. Sri Saptoedi, MTP. Dalam Pemilihan umum Kepala Daerah Kabupaten Tebo tersebut pasangan H. Sukandar, S.Kom, M.Si – Hamdi, S.Sos, MM terpilih menjadi bupati dan wakil bupati Tebo periode 2011 – 2016.
Pada tanggal 27 Agustus 2011, Gubernur Jambi Drs. H. Hasan Basri Agus, MM atas nama Menteri Dalam Negeri RI melantik pasangan H. Sukandar, S.Kom, M.Si – Hamdi, S.Sos, MM menjadi bupati dan wakil bupati Tebo periode 2011 – 2016 di gedung DPRD Kabupaten Tebo.
Baca selengkapnya