Adat Melamar Dan Nikah Melayu Jambi
Sumber : http://komariabahasaadatjambi.blogspot.co.id/2014/07/adat-melamat-dan-nikah.html
Sumber Foto : Google Image
google-site-verification:google0761525834d001de.html
“IG: Slametsetyabudi93 FB: Slamet Setya Budi WA : 082176448963”
Kalau kita boleh jujur maka kita harus mengakui bahwa sejarah Kabupaten Tebo sejak era Melayu Kuno masih diliputi kegelapan. Ditambah lagi, wilayah administrasi dan topografi Tebo zaman dahulu berbeda dengan kondisi saat ini. Selain itu, dalam memahami wilayah Jambi khususnya Kabupaten Tebo maka tidak lepas dari adanya teluk purba bernama "Teluk Wen". Keberadaan Teluk Wen patut diteliti lebih lanjut karena memiliki posisi yang menentukan dalam menyusun sejarah wilayah sumatera tengah. Kadangkala kita berfikir kenapa di Kabupaten Tebo ada daerah bernama Teluk padahal kita berada di daratan contoh Teluk Singkawang, Teluk Kayu Putih, dan Teluk Lancang. Mungkinkah ada kaitannya dengan adanya Teluk Purba Zaman dahulunya?
Nah, disini penulis merujuk gambaran Teluk Wen sebagaimana digambarkan oleh Prof. Sartono yaitu antara Jambi dan Tungkal terdapat teluk besar, Muara Tungkal terletak diujung pantai utara dan Jambi diujung pantai selatan, Ditepi utara disekitar Muara Tebo terdapat Kerajaan Tupo, disebelah selatan Muara Tebo terdapat suatu pulau bernama Pulei, kearah timur Kerajaan Tupo terdapat sebuah kerajaan bernama Koying yang memiliki banyak gunung berapi, di Tungkal terdapat sebuah kerajaan bernama Kuntala. Namun dengan adanya proses sedimentasi kemungkinan besar terjadinya perpindahan letak kerajaan.
Disini penulis tidak akan membahas secara detail mengenai sejarah ketiga kerajaan tersebut dikarenakan pernah dibahas dalam tulisan "Kisah Sejarah Dibalik Koin Ayam Kumpeh dan Tebo maupun Ada Apa Dengan Situs Tuo Sumay" namun Penulis akan sedikit menyinggung Kerajaan Tupo.
Sumber terkait Kerajaan Tupo dapat diperoleh dari berita china yang ditulis oleh Fu-nan-t'u-su-chw'en berasal dari K'ang-tai bertahun 245 - 250 yang melaporkan adanya negeri bernama Tupo. Sementara itu, Prof. Dr. Sartono berpendapat bahwa adanya transliterasi toponim tupo yang berbunyi Tebo. Nah disini kita patut mendalami apakah benar bukti Tebo sebagai pusat Kerajaan Tupo ? apabila dikemudian hari ditemukan bukti kuat selain berita dari china maka tidak dipungkiri Kerajaan Tupo lebih tua dibanding Kerajaan Kutai di Kalimantan Timur. Disamping itu, dalam ensklopedia Wen-hsien-t'ung-k'ao diterangkan bahwa kerajaan koying terletak 5000li (Penulis belum memahami apa yang dimaksud dengan satuan li) ditimur Chu-po tepatnya di Kerinci sekarang. Nah dengan adanya bukti kuat mengenai Kerajaan Koying di Kerinci membuktikan bahwa Kerajaan Tupo memang terletak di Kabupaten Tebo jika merujuk pada Wen-hsien-t'ung-k'ao.
Namun, eksistensi Kerajaan Tupo meredup setelah tahun 280 M. Justru banyak berita dari china menceritakan tentang Kerajaan Koying. Karena diabad yang sama tepatnya di tahun 222 - 280 Wan-chen menjelaskan tentang adanya negeri bernama Koying dan cerita tentang koying juga disinggung dalam ensklopedia T'ung-tien (375 - 812). Ada dugaan bahwa Kerajaan Tupo telah dikuasai oleh Kerajaan Koying dan menjadikan Muara Tebo sekarang sebagai Pelabuhan. Namun kita jangan berkecil hati dikarenakan Kabupaten Tebo memiliki peninggalan yang amat sangat berharga yaitu Candi yang mungkin bisa membuktikan letak Kerajaan Tupo maupun kerajaan lainnya.
Pada masa Sriwijaya eksistensi kerajaan melayu kuno mulai tenggelam. Namun ada yang menarik dari kisah Sriwijaya yaitu tentang kisah perjalanan I-Tsing yang pernah singgah di Sriwijaya selama enam bulan. Diceritakan dalam pelayarannya dari Kanton di China ke Nagapattam di India tahun 671/672 ia singgah di shelifoshe /Sriwijaya untuk belajar bahasa Sansekerta selama enam bulan. Setelah itu ia menuju ke Moloyou dimana ia tinggal selama dua bulan. Kemudian, ia melanjutkan perjalanannya ke Chieh-cha dan selanjutnya ke India. Dalam perjalanan pulangnya pada tahun 685 ia kembali singgah di Moloyou yang telah senjadi shelifoshe selama enam bulan.
Hal ini sesuai dengan isi Prasasti Kedukan Bukit tahun 683 mengisahkan perjalanan Dapunta Hyang membawa 20.000 orang prajurit meninggalkan Minanga Tamwan dengan perasaan suka cita penuh kemenangan.
Dalam perdebatan mengenai lokasi Kerajaan Moloyu para ahli merujuk pada kata "Minanga Tamwan". Lagi - lagi nama Tebo masuk dalam bahasan tersebut yaitu sesuai dengan definisi Prof. Slamet Muljana berpendapat bahwa. Istilah Malayu berasal dari kata Malaya yang dalam bahasa Sansekerta bermakna “bukit”. Nama sebuah kerajaan biasanya merujuk pada nama ibu kotanya. Oleh karena itu, ia tidak setuju apabila istana Malayu terletak di Kota Jambi, karena daerah itu merupakan dataran rendah. Menurutnya, pelabuhan Malayu memang terletak di Kota Jambi, tetapi istananya terletak di pedalaman yang tanahnya agak tinggi. Namun kembali lagi, kita dibingungkan oleh nama sebuah kerajaan apakah nama Koying, Kuntala, Tupo menjadi satu nama yaitu Moloyou. Penulis sendiri belum mendapatkan bukti kuat tentang perubahan nama tersebut.
Lebih lanjut, Prasasti Tanyore menyebutkan bahwa ibu kota Kerajaan Malayu dilindungi oleh benteng-benteng, dan terletak di atas bukit. Sehingga, Slamet Muljana berpendapat bahwa istana Malayu terletak di Minanga Tamwan sebagaimana yang tertulis dalam prasasti Kedukan Bukit. Menurutnya, Minanga Tamwan adalah nama kuno dari Muara Tebo. Namun belum banyak bukti kuat untuk mendukung pendapat ini. Penulis akan sedikit menganalisa dari kisah It-sing, apabila ia belajar bahasa sansekerta di Kerajaan Sriwijaya yang berlokasi di Muara Jambi maka besar kemungkinan lokasi Moloyou berada di Kabupaten Tebo bukan berarti harus di Muara Tebo namun bisa jadi di pedalaman Tebo. Perjalanan Dapuntya Hyang dari minanga tamwan juga tidak dijelaskan apakah pelayaran tersebut sampai di Marwat Wanua tanpa pernah singgah ketika dalam perjalanan atau datang secara serempak atau bertahap.
Menjelajahi peninggalan benda sejarah di Kabupaten Tebo penulis pernah menjumpai Keramik era Dinasti Sung (960M-1279M) dengan motif bunga lotus timbul, serta motif bunga yang memiliki tiga warna yaitu orange, hitam, dan hijau serta Tembikar Tradisional bermotif bunga teratai yang yang ditemukan di wilayah Sumay. Sementara di Muara Tebo penulis juga menjumpai keramik zaman Dinasti Sung dengan glasir warna hijau dan warna keramik kulit telur bebek serta Keramik era Dinasti Yuan dengan warna kebiru - biruan dan motif rumit. Disamping itu, pada umunya keramik di Tebo mudah dijumpai di era Dinasti Ming (1368 M – 1643 M).
Hal itu menandakan diera shilifoshi sistem perdagangan atau pemukiman kuno menyebar diwilayah Tebo. Namun pemukiman masih terkonsentrasi disekitar Sungai Batanghari. Sebaran peninggalan sejarah di Tebo hampir dapat dijumpai di setiap kecamatan namun berbeda periodesasi.
Sementara itu, di akhir masa Kerajaan Sriwijaya serta dalam usaha pendudukan oleh Majapahit untuk menciptakan kesatuan Nusantara, Kerajaan Melayu II lebih dahulu telah menjalin hubungan dengan Singosari tahun 1286 M. Hal ini ditandai dengan pemberian hadiah oleh Raja Kartanegara kepada Raja Tribuanaraja Mauliwarmadewa di Swarnabhumi hal ini dikenal dengan nama Expedisi Pamalayu. Prasasti tersebut merupakan dokumen pertama yang menyebutkan dharmasraya terletak ditepi Sungai Batanghari. Menurut Uli Kozok Prasasti Amoghapasha juga ditemukan di Desa Rambahan Kabupaten Bungo - Tebo. Singkat cerita, Kerajaan Melayu II hanya bertahan 40 Tahun di Dharmasraya sebelum pindah ke Suruaso.
Setelah runtuhnya Kerajaan Singasari muncullah Kerajaan Majapahit (1293). Dalam Pupuh 13 Negarakertagama yang selesai dikarang tahun 1356 mencatat 24 Negara di Bumi Melayu mengakui kedaulatan Majapahit. Empat diantaranya inti Kerajaan Melayu II era Adityawarman yaitu Dharmasraya, Jambi, Minangkabau, dan Teba (Muara Tebo). Namun Casparis (1989) berpendapat bahwa Raja Malayu sendiri memiliki kedaulatan sempurna yang tidak takluk kepada siapapun.
Berangkat dari kisah diatas wilayah administrasi Kabupaten Tebo tentunya memiliki peranan penting diera kebangkitan Melayu sejak diruntuhkan oleh Sriwijaya. Kitab Negarakertagama memasukan Tebo sebagai wilayah inti dari Melayu namun anehnya kenapa tidak masuk dalam wilayah Jambi dalam artian memiliki wilayah tersendiri. Setelah berakhirnya era Melayu II maka wilayah Tebo tetap masuk kedalam wilayah Kerajaan Melayu III.
Banyak peninggalan sejarah di Kabupaten Tebo yang terbentang dari VII Koto hingga Muara Tabir tentunya menandakan bahwa Kabupaten Tebo memiliki nilai sejarah yang layak untuk dilestarikan. Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam menggambarkan sejarah tebo untuk itu perlu adanya pelurusan terkait hal ini dikarenakan tulisan ini ditulis semata - mata karena kecintaan dan keprihatinan terhadap Bumi Seentak Galah Serengkuh Dayung.
Ditulis Oleh : Slamet Setya Budi
Mahasiswa Jurusan Sastra Inggris Universitas Muara Bungo
Memang bodoh mungkin ketika kita menyembunyikan perasaan kita terhadap dia yang kita banggakan, dia yang selalu hadir dalam tiap baris doa kita, dia yang selalu kita bicarakan bersama sahabat, dia yang kita ceritakan kepada kedua orang tua kita, dan dia yang selalu membuat kita tersenyum dengan sendirinya tanpa kitasadari.
Bukanlah perkara mudah untuk bisa mengungkapkan apa yang kita rasakan kepada seseorang yang kita harapkan kehadirannya. Rasa takut yang kian menghampiri membuat kita jadi lupa diri, siapa kita dan apa maksud kita untuk bisa bersamanya, bahkan kita akan kehilangan keseimbangan pikiran ketika berada disampingnya. Apa yang akan kita ucapkan selanjutnya, apa yang akan dia jawab, seperti itulah perasaan yang kian menghantui disetiap pertanyaan.
Tak sadarkah kau disana ? Ketika bersamamu ku tak bisa memalingkan sedetikpun dari katayang kau lantunkan...
Alasan sederhana yang sampai saat ini tak kuungkapkan adalah, "Aku terlalu menghormatimu, dan aku terlalu takut untuk kehilanganmu." Bukanku tak punya nyali untuk mengungkapkan, bukan aku tak punya keberanian untuk mengutarakan, tetapi sudah menjadi kewajibanku untuk menjaga kehormatanmu, dan sudah menjadi ketakutanku untuk kehilanganmu.
Ketika aku menyampaikan perasaanku terhadapmu, tidak ada jaminan kau akan selalu berada disampingku.
Bukanaku penakut, hanya saja aku tidak mau mengikuti keegoisanku, aku sadar bahwa kau lebih berarti dari sebuah hubungan yang takan ada berujung. Maafkan ku sayang, ku terlalu takut untuk kehilanganmu.
Kumencintaimu bukan karena nafsu, ketika kumengungkapkan apa yang aku rasakan tanpa adanya hubungan pernikahan, percayalah itu adalah nafsubukanlah cinta.
Tolaklah semua yang aku katakan, jauhilah aku sebisamu, palingkan wajahmu dari hinanya perkataanku.
Izinkan aku tuk memperbaiki diri, dan yakinkan kepadaku bahwa kau tak akan ke lain hati. Tunggu aku di altar bersama walimu. Sesaat setelah aku menghela nafas, kau telah sah jadi milikku.
Untukmu seseorang yang sedang berbahagia disana dengan kesendiriannya, tunggulah aku untuk saat ini. Memperbaiki diri sedang kujalani, memantaskan diri sedang kuperbaiki. Jarak memang memisahkan, perkataan memang mengisyaratkan, tapi ingatlah satu hal ketika kau berada disana.
Aku memperbaiki demi kebahagiaan, demi bisa bersamamu dalam suatu hubungan yang bisa dipercayakan kedua orangtuamu kepadaku. Akupun tak tahan dengan status yang kujalani saat ini. Aku belum bisa mengubah niatanku untuk bisa bersamamu dalam ikatan yang terjalin dihadapan Tuhan Yang Maha Esa.
Persiapkan hari itu, hari dimana aku kau dan penghulu berada diantara wali dan saksi.
Kuberjanji persiapkan hari dimana kebahagiaan adalah pondasi untuk kita menjadi, bukan hanya janji yang akan ku berikan tetapi bukti yang telah ku siapkan. Persiapkan dirimu untuk kelak menjadi milikku, kan ku ucapkan janji sumpah yang sudah menjadi ciri bahwakita sudah layak untuk menjadi.
Aku lebih memilih mencintaimu dalam diam, karena itu bisa membuatku merasa bahwa akulah yang terhebat dengan bisa memilikimu tanpa harus menyentuhmu.
Jika memang kau tak mengizinkanku untuk bisa bersanding denganmu, izinkan aku untuk bisa mencintaimu dalam diam, karena hanya itulah yang bisa kulakukan saat ini. Ketika tiba waktunya, kau akan mengert arti diamku selama ini.
Bukti kan kucari. Untukmu sang pujangga hati, suatu saat nanti akan kubuktikan bahwa tempat ini memang bukan untuk lain hati. Percayakan tiap langkahmu pada apa yang akan kau tuju, dan kujanjikan kita bersama ketika semesta berbicara.
Sulit memang meyakinkan hanya dengan kata-kata, tetapi inilah fakta kehidupan yang sebenarnya ketika kau dan aku untuk saat ini tidak bisa menjadi kita. Maka untaian janji yang mungkin untuk saat ini tanpa ada bukti yang bisa kuwujudkan.
Percayalah meskipun kita saling mencintai dalam diam, kita akan dipersatukan oleh-Nya, dan semesta akan memberi imbalan setimpal atas kesabaran kita menuju altar kebahagiaan. Percayalah dengan segenap hatimu, aku memang mencintaimu dalam diam.
SEBAGIAN DARIPADA TANDA BERSANDAR KEPADA AMAL (PERBUATAN ZAHIR) ADALAH BERKURANGAN HARAPANNYA (SUASANA HATI) TATKALA BERLAKU PADANYA KESALAHAN.
Imam Ibnu Athaillah memulaikan Kalam Hikmat beliau dengan mengajak kita merenung kepada hakikat amal. Amal boleh dibagikan kepada dua jenis yaitu perbuatan zahir dan perbuatan hati atau suasana hati berhubung dengan perbuatan zahir itu. Beberapa orang boleh melakukan perbuatan zahir yang serupa tetapi suasana hati berhubung dengan perbuatan zahir itu tidak serupa. Kesan amalan zahir kepada hati berbeda antara seorang dengan seorang yang lain. Jika amalan zahir itu mempengaruhi suasana hati, maka hati itu dikatakan bersandar kepada amalan zahir. Jika hati dipengaruhi juga oleh amalan hati, maka hati itu dikatakan bersandar juga kepada amal, sekalipun ianya amalan batin. Hati yang bebas daripada bersandar kepada amal sama ada amal zahir atau amal batin adalah hati yang menghadap kepada Allah s.w.t dan meletakkan pergantungan kepada-Nya tanpa membawa sebarang amal, zahir atau batin, serta menyerah sepenuhnya kepada Allah s.w.t tanpa sebarang takwil atau tuntutan.
Hati yang demikian tidak menjadikan amalnya, zahir dan batin, walau berapa banyak sekalipun, sebagai alat untuk tawar menawar dengan Tuhan bagi mendapatkan sesuatu. Amalan tidak menjadi perantaraan di antaranya dengan Tuhannya. Orang yang separti ini tidak membataskan kekuasaan dan kemurahan Tuhan untuk tunduk kepada perbuatan manusia. Allah s.w.t Yang Maha Berdiri Dengan Sendiri berbuat sesuatu menurut kehendak-Nya tanpa dipengaruhi oleh siapa dan sesuatu. Apa saja yang mengenai Allah s.w.t adalah mutlak, tiada had, sempadan dan perbatasan.
Oleh karena itu orang arif tidak menjadikan amalan sebagai sempadan yang mengongkong ketuhanan Allah s.w.t atau „memaksa‟ Allah s.w.t berbuat sesuatu menurut perbuatan makhluk. Perbuatan Allah s.w.t berada di hadapan dan perbuatan makhluk di belakang. Tidak pernah terjadi Allah s.w.t mengikuti perkataan dan perbuatan seseorang atau sesuatu.Sebelum menjadi seorang yang arif, hati manusia memang berhubung rapat dengan amalan dirinya, baik yang zahir mau pun yang batin. Manusia yang kuat bersandar kepada amalan zahir adalah mereka yang mencari faedah keduniaan dan mereka yang kuat bersandar kepada amalan batin adalah yang mencari faedah akhirat. Kedua-dua jenis manusia tersebut berkepercayaan bahwa amalannya menentukan apa yang mereka akan perolehi baik di dunia dan juga di akhirat. Kepercayaan yang demikian kadang-kadang membuat manusia hilang atau kurang pergantungan dengan Tuhan. Pergantungan mereka hanyalah kepada amalan semata-mata ataupun jika mereka bergantung kepada Allah s.w.t, pergantungan itu bercampur dengan keraguan. Seseorang manusia boleh memeriksa diri sendiri apakah kuat atau lemah pergantungannya kepada Allah s.w.t. Kalam Hikmat 1 yang dikeluarkan oleh Ibnu Athaillah memberi petunjuk mengenainya. Lihatlah kepada hati apabila kita terperosok ke dalam perbuatan maksiat atau dosa. Jika kesalahan yang demikian membuat kita berputus asa daripada rahmat dan pertolongan Allah s.w.t itu tandanya pergantungan kita kepada- Nya sangat lemah. Firman-Nya:
“Wahai anak-anakku! Pergilah dan intiplah khabar berita mengenai Yusuf dan saudaranya (Bunyamin), dan janganlah kamu berputus asa dari rahmat serta pertolongan Allah. Sesungguhnya tidak berputus asa dari rahmat dan pertolongan Allah melainkan kaum yang kafir ”. ( Ayat 87 : Surah Yusuf )
Ayat di atas menceritakan bahwa orang yang beriman kepada Allah s.w.t meletakkan pergantungan kepada-Nya walau dalam keadaan bagaimana sekali pun. Pergantungan kepada Allah s.w.t membuat hati tidak berputus asa dalam menghadapi dugaan hidup. Kadang-kadang apa yang diingini, dirancangkan dan diusahakan tidak mendatangkan hasil yang diharapkan.
Kegagalan mendapatkan sesuatu yang diingini bukan bermakna tidak menerima pemberian Allah s.w.t. Selagi seseorang itu beriman dan bergantung kepada-Nya selagi itulah Dia melimpahkan rahmat-Nya. Kegagalan memperolehi apa yang dihajatkan bukan bermakna tidak mendapat rahmat Allah s.w.t. Apa juga yang Allah s.w.t lakukan kepada orang yang beriman pasti terdapat rahmat-Nya, walaupun dalam soal tidak menyampaikan hajatnya.
Keyakinan terhadap yang demikian menjadikan orang yang beriman tabah menghadapi ujian hidup, tidak sekali-kali berputus asa. Mereka yakin bahwa apabila mereka sandarkan segala perkara kepada Allah s.w.t, maka apa juga amal kebaikan yang mereka lakukan tidak akan menjadi sia-sia. Orang yang tidak beriman kepada Allah s.w.t berada dalam situasi yang berbeda. Pergantungan mereka hanya tertuju kepada amalan mereka, yang terkandung di dalamnya ilmu dan usaha. Apabila mereka mengadakan sesuatu usaha berdasarkan kebolehan dan pengetahuan yang mereka ada, mereka mengharapkan akan mendapat hasil yang setimpal.
Jika ilmu dan usaha (termasuklah pertolongan orang lain) gagal mendatangkan hasil, mereka tidak mempunyai tempat bersandar lagi. Jadilah mereka orang yang berputus asa. Mereka tidak dapat melihat hikmat kebijaksanaan Allah s.w.t mengatur perjalanan takdir dan mereka tidak mendapat rahmat dari-Nya. Jika orang kafir tidak bersandar kepada Allah s.w.t dan mudah berputus asa, di kalangan sebagian orang Islam juga ada yang demikian, bergantung setakat mana sifatnya menyerupai sifat orang kafir. Orang yang separti ini melakukan amalan karena kepentingan diri sendiri, bukan karena Allah s.w.t. Orang ini mungkin mengharapkan dengan amalannya itu dia dapat mengecapi kemakmuran hidup di dunia. Dia mengharapkan semoga amal kebajikan yang dilakukannya dapat mengeluarkan hasil dalam bentuk bertambah rezekinya, kedudukannya atau pangkatnya, orang lain semakin menghormatinya dan dia juga dihindarkan daripada bala penyakit, kemiskinan dan sebagainya.
Bertambah banyak amal kebaikan yang dilakukannya bertambah besarlah harapan dan keyakinannya tentang kesejahteraan hidupnya. Sebagian kaum muslimin yang lain mengaitkan amal kebaikan dengan kemuliaan hidup di akhirat. Mereka memandang amal salih sebagai tiket untuk memasuki syurga, juga bagi menjauhkan azab api neraka. Kerohanian orang yang bersandar kepada amal sangat lemah, terutamanya mereka yang mencari keuntungan keduniaan dengan amal mereka.
Mereka tidak tahan menempuh ujian. Mereka mengharapkan perjalanan hidup mereka senantiasa selasai dan segala-segalanya berjalan menurut apa yang dirancangkan. Apabila sesuatu itu berlaku di luar jangkauan, mereka cepat panik dan gelisah. Bala bencana membuat mereka merasakan yang merekalah manusia yang paling malang di atas muka bumi ini. Bila berjaya memperoleh sesuatu kebaikan, mereka merasakan kejayaan itu disebabkan kepandaian dan kebolehan mereka sendiri.
Mereka mudah menjadi ego serta suka menyombong. Apabila rohani seseorang bertambah teguh dia melihat amal itu sebagai jalan untuknya mendekatkan diri dengan Tuhan. Hatinya tidak lagi cenderung kepada faedah duniawi dan ukhrawi tetapi dia berharap untuk mendapatkan kurniaan Allah s.w.t separti terbuka hijab-hijab yang menutupi hatinya. Orang ini merasakan amalnya yang membawanya kepada Tuhan.
Dia sering mengaitkan pencapaiannya dalam bidang kerohanian dengan amal yang banyak dilakukannya separti berzikir, bersembahyang sunat, berpuasa dan lain-lain. Bila dia tartinggal melakukan sesuatu amal yang biasa dilakukannya atau bila dia tergelincir melakukan kesalahan maka dia merasa dijauhkan oleh Tuhan. Inilah orang yang pada peringkat permulaian mendekatkan dirinya dengan Tuhan melalui amalan tarekat tasawuf. Jadi, ada golongan yang bersandar kepada amal semata-mata dan ada pula golongan yang bersandar kepada Tuhan melalui amal. Kedua-dua golongan tersebut berpegang kepada keberkahan amal dalam mendapatkan sesuatu.
Golongan pertama kuat berpegang kepada amal zahir, yaitu perbuatan zahir yang dinamakan usaha atau ikhtiar. Jika mereka bersalah memilih ikhtiar, hilanglah harapan mereka untuk mendapatkan apa yang mereka hajatkan. Ahli tarekat yang masih diperingkat permulaian pula kuat bersandar kepada amalan batin separti sembahyang dan berzikir. Jika mereka tartinggal melakukan sesuatu amalan yang biasa mereka lakukan, akan berkurangan harapan mereka untuk mendapatkan anugerah dari Allah s.w.t. Sekiranya mereka tergelincir melakukan dosa, akan putuslah harapan mereka untuk mendapatkan anugerah Allah s.w.t. Dalam perkara bersandar kepada amal ini, termasuklah juga bersandar kepada ilmu, sama ada ilmu zahir atau ilmu batin.
Ilmu zahir adalah ilmu penkehendakan dan pengurusan sesuatu perkara menurut kekuatan akal. Ilmu batin pula adalah ilmu yang menggunakan kekuatan gaib bagi menyampaikan hajat. Ia termasuklah penggunaan ayat-ayat al-Quran dan jampi. Kebanyakan orang meletakkan keberkahan kepada ayat, jampi dan usaha, hinggakan mereka lupa kepada Allah s.w.t yang meletakkan keberkahan kepada tiap sesuatu itu.
Seterusnya, sekiranya Tuhan izinkan, kerohanian seseorang meningkat kepada makam yang lebih tinggi. Nyata di dalam hatinya maksud kalimat: Tiada daya dan upaya kecuali beserta Allah. “Padahal Allah yang mencipta kamu dan benda-benda yang kamu perbuat itu!” ( Ayat 96 : Surah as- Saaffaat ) Orang yang di dalam makam ini tidak lagi melihat kepada amalnya, walaupun banyak amal yang dilakukannya namun, hatinya tetap melihat bahwa semua amalan tersebut adalah kurniaan Allah s.w.t kepadanya. Jika tidak karena taufik dan hidayat dari Allah s.w.t tentu tidak ada amal kebaikan yang dapat dilakukannya.
Allah s.w.t berfirman: “Ini ialah dari limpah kurnia Tuhanku, untuk mengujiku adakah aku bersyukur atau aku tidak mengenangkan nikmat pemberian-Nya. Dan (sebenarnya) siapa yang bersyukur maka faedah syukurnya itu hanyalah terpulang kepada dirinya sendiri, dan siapa yang tidak bersyukur (maka tidaklah menjadi masalah kepada Allah), karena sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya, lagi Maha Pemurah”. ( Ayat 40 : Surah an- Naml )
Dan tiadalah kamu berkemauan (melakukan sesuatu perkara) melainkan dengan cara yang dikehendaki Allah; sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui, lagi Maha Bijaksana (mengaturkan sebarang perkara yang dikehendaki-Nya). Ia memasukkan siapa yang kehendaki-Nya (menurut aturan yang ditetapkan) ke dalam rahmat-Nya (dengan ditempatkan-Nya di dalam syurga); dan orang-orang yang zalim, Ia menyediakan untuk mereka azab seksa yang tidak terperi sakitnya. ( Ayat 30 & 31 : Surah al-Insaan )
Segala-galanya adalah kurniaan Allah s.w.t dan menjadi milik-Nya. Orang ini melihat kepada takdir yang Allah s.w.t tentukan, tidak terlihat olehnya keberkahan perbuatan makhluk termasuklah perbuatan dirinya sendiri. Makam ini dinamakan makam ariffin yaitu orang yang mengenal Allah s.w.t. Golongan ini tidak lagi bersandar kepada amal namun, merekalah yang paling kuat mengerjakan amal ibadat. Orang yang masuk ke dalam lautan takdir, rido dengan segala yang ditentukan Allah s.w.t, akan senantiasa tenang, tidak berdukacita bila kehilangan atau ketiadaan sesuatu. Mereka tidak melihat makhluk sebagai penyebab atau pengeluar kesan. Di awal perjalanan menuju Allah s.w.t, seseorang itu kuat beramal menurut tuntutan syariat. Dia melihat amalan itu sebagai kendaraan yang boleh membawanya hampir dengan Allah s.w.t.
Semakin kuat dia beramal semakin besarlah harapannya untuk berjaya dalam perjalanannya. Apabila dia mencapai satu tahap, pandangan mata hatinya terhadap amal mulai berubah. Dia tidak lagi melihat amalan sebagai alat atau penyebab. Pandangannya beralih kepada kurniaan Allah s.w.t. Dia melihat semua amalannya adalah kurniaan Allah s.w.t kepadanya dan kehampirannya dengan Allah s.w.t juga kurniaan-Nya. Seterusnya terbuka hijab yang menutupi dirinya dan dia mengenali dirinya dan mengenali Tuhannya.
Dia melihat dirinya sangat lemah, hina, jahil, serba kekurangan dan faqir. Tuhan adalah Maha Kaya, Berkuasa, Mulia, Bijaksana dan Sempurna dalam segala segi. Bila dia sudah mengenali dirinya dan Tuhannya, pandangan mata hatinya tertuju kepada Kudrat dan Iradat Allah s.w.t yang meliputi segala sesuatu dalam alam maya ini. Jadilah dia seorang arif yang senantiasa memandang kepada Allah s.w.t, berserah diri kepada-Nya, bergantung dan berhajat kepada-Nya. Dia hanyalah hamba Allah s.w.t yang faqir.
Rimbo Bujang adalah salah satu Kecamatan dari 12 Kecamatan di Kabupaten Tebo, Provinsi Jambi. Terdiri dari 7 Desa dan 1 Kelurahan, Kecamatan Rimbo Bujang merupakan dataran rendah, dengan ketinggian 50-100 m dari permukaan laut.
Letak astronomisnya antara 1o29’22”–1o37’99”LS dan 102o13’6”–102o 18’8” BT. Adapun luas wilayahnya 408,30 km2. Luas wilayah tersebut merupakan 6,44% dari total luas Kabupaten Tebo.
Kecamatan Rimbo Bujang berbatasan dengan Kecamatan Tebo Ulu di sebelah utara, Kecamatan Rimbo Ilir di sebelah timur, Kabupaten Bungo di sebelah selatan, dan Kecamatan Rimbo Ulu disebelah barat.
Dari delapan Desa/Kelurahan yang terdapat di Kecamatan Rimbo Bujang, Desa Sapta Mulia merupakan desa dengan luas paling kecil yaitu sebesar 33.78 km2. Sedangkan desa yang paling luas adalah Desa Pematang Sapat yaitu 75.24 km2.
Sebelum pecah menjadi 3 kecamatan, jumlah desa/kelurahan di Kecamatan Rimbo Bujang yaitu 1 kelurahan dan 20 desa. Setelah keluarnya Perda tanggal 10 April 2003 ,maka Kecamatan Rimbo Bujang Terpecah menjadi Kecamatan Rimbo Bujang, Rimbo Ulu dan Kecamatan Rimbo Ilir. Wilayah Administratif Kecamatan Rimbo Bujang terdiri dari 1 kelurahan dan 7 Desa, pada Tahun 2014 membawahi 48 Dusun, 15 rukun warga dan 382 RT. Semua desa/kelurahan di Rimbo Bujang merupakan desa swadaya. Tidak terdapat penambahan dusun maupun RT secara signifikan di tahun ini, tetapi ada beberapa desa yang jumlah dusunnya berkurang dikarenakan penyesuaian dengan perda yang dikeluarkan pada tahun 2014 ini yaitu maksimal 8 dusun.
Jumlah penduduk Kecamatan Rimbo Bujang akhir tahun 2014 adalah 64.370 jiwa. Jumlah ini mengalami penurunan jika dibandingkan dengan tahun 2013. Tahun 2014 BPS menggunakan proyeksi SP 2010, berbeda dengan tahun 2013 yang menggunakan data SUSENAS 2012 . Sehingga data tersebut tidak dapat dibandingkan. Dengan jumlah laki-laki 33.442 jiwa dan perempuan 30.928 jiwa, setiap km2 dihuni oleh 158 jiwa. Jumlah rumah tangga kecamatan Rimbo Bujang pada tahun ini yaitu 16.423 rumah tangga, dengan jumlah jiwa dalam setiap rumah tangga 4 orang. Ukuran pemusatan penduduk Kecamatan Rimbo Bujang pada tahun 2014 untuk laki laki berkisar 25 - 29 tahun dan untuk perempuan berkisar pada umur 10 -14 tahun. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ukuran pemusatan penduduk berkisar pada umur 10 - 14 tahun dan juga 25 - 29 tahun.
NAMA - NAMA CAMAT RIMBO BUJANG
No Nama Lengkap Menjabat S/D
1 Drs.Karmai 1977 - 1984
2 Drs.Abdullah Hich 1984 -1986
3 Drs.Dewa Liga Braksan 1986 - 1993
4 Mawardi,BA 1993 -1996
5 Marzuki, BA 1996 -1996 *)
6 Drs.Syargawi Ishak 1996 - 2001
7 Drs.Asvan Deswan 2001 - 2001
8 Drs. Asnawi Zakaria 2001 - 2007
9 Drs. Eryanto. MM. 2007 - Okt 2010
10 Taufik Hidayat, S.E Okt-2010 - Agus 2011
11 Aswadi 11-Sep - Okt 2011 *)
12 Suparna, S.E Okt-2011 Juni 2015
13 Sakiman, SP,. MM Juli 2015 - Sekarang
Sumber : BPS Kabupaten Tebo 2015
Logo Peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-71 Kemerdekaan Republik Indonesia secara resmi telah dirilis pemerintah melalui Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) pada 25 Mei 2016 lalu, Selanjutnya masyarakat bisa mengakses logo tersebut dihttp://www.setneg.go.id.
Menurut Kepala Bekraf, konsep Logo HUT RI ke 71 adalah: Sebagai bentuk kerja nyata yang berkesinambungan maka visual 71 tahun indonesia merdeka memiliki bentuk yang berkelanjutan dari logo 70 Tahun Indonesia merdeka. Pada logo 71 tahun ini digambarkan dua setengah lingkaran yang mengilustrasikan bilah baling-baling yang dinamis selalu berputar mendorong pesat ke depan. Hal ini menunjukan komitmen pemerintah untuk kerja nyata dalam memajukan Indonesia.
Baca Juga : Rajo Jambi Kalahkan Hantu Pirau
Angka satu yang menembus bidang lingkaran mengarah ke kanan atas merupakan ajakan bagi seluruh lapisan masyarakat agar ber-“satu”, bahu membahu bekerja menembus segala rintangan. Secara tampilan logo 71 Tahun Indonesia Merdeka bernuansa modern dan sederhana dalam tampilan. Hal ini menunjukan sikap pemerintah yang mengutamakan keterbacaan yang jelas/transparansi/informatif dalam seluruh kerja nyatanya. Penjelasan Kepala Bekraf ini pun menjawab sudah pertanyaan masyarakat mengenai arti logo tersebut.
Rilis logo 71 Tahun Indonesia Merdeka secara resmi tertuang dalam surat Sekretaris Kementerian Sekretariat Negara yang ditandatangani Sekretaris Setneg Setya Utama Nomor : B-1651/Kemensetneg/Ses/TU.00.04/05/2016 tanggal 25 Mei 2016 tentang Penyampaian Logo PeringatanHari Ulang Tahun Ke-71 Kemerdekaan Republik Indonesia Tahun 2016 kepada Para Pimpinan Lembaga Negara, Para Menteri Kabinet Kerja, Gubernur Bank Indonesia, Jaksa Agung, Panglima Tentara Nasional Indonesia, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, Para Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Kementerian, Para Perwakilan RI di Luar Negeri, Para Gubernur Provinsi di Seluruh indonesia, dan Para Bupati serta Walikota di Seluruh Indonesia.
Sumber : http://psmk.kemdikbud.go.id/konten/1669/ayo-pahami-makna-logo-peringatan-hut-ri-ke-71
Alkisah, di Negeri Jambi, ada seorang raja yang terkenal sakti mandraguna. Ia adalah Raja Jambi Pertama yang berasal dari Negeri Keling. Selain sakti mandraguna, ia juga terkenal arif dan bijaksana. Ia senantiasa memikirkan nasib dan mengutamakan kepentingan rakyatnya. Keadaan ini membuat rakyat tenang dalam melakukan pekerjaan sehari-hari mencari nafkah. Itulah sebabnya, ia sangat disegani oleh seluruh rakyatnya.
Pada suatu ketika, suasana tenang tersebut tiba-tibaterusik oleh kedatangan Hantu Pirau. Ia selalu datang menakut-nakuti anak-anak kecil yang sedangbermain dan mengganggu bayi-bayi yang sedang tidur. Jika melihat bayi ataupun anak-anak kecil, Hantu Pirau suka tertawa terkekeh-kekeh kegirangan, sehingga anak-anak menjadi ketakutan dan bayi-bayi pun menangis. Namun, jika para orangtua menjaga anak-anak mereka, hantu itu tidakberani datang mengganggu. Oleh karenanya, para orangtua setiap saat harus selalu menjaga anak-anak mereka baik ketika sedang bermain maupun tidur di buaian. Keadaan tersebut membuatwarga menjadi resah, karena mereka tidak bisa keluar rumah untuk pergi mencari nafkah.
Baca Juga : Asal Usul Rajo Jambi
Melihat keadaan itu, para pemimpin masyarakat dari Tujuh Koto, Sembilan Koto, dan Batin Duo Belasatau yang lazim disebut Dubalang Tujuh, Dubalang Sembilan, dan Dubalang Duo Belas, mencoba mengusir hantu tersebut dengan membacakan segala macam mantra yang mereka kuasai. Namun,semuanya sia-sia. Bahkan, kelakuan hantu itu semakin menjadi-jadi. Hampir setiap saat, baik siang maupun malam, ia selalu datang menggangguanak-anak hingga menangis dan menjerit-jerit ketakutan.
“Segala cara sudah kita lakukan, tapi Hantu Pirau itutetap saja tidak mau enyah dari negeri ini. Apa yang harus kita lakukan sekarang?” tanya Dubalang Tujuhbingung.
“Bagaimana kalau kejadian ini kita sampaikan kepada raja?” usul Dubalang Sembilan.
“Aku setuju. Bukankah beliau seorang raja yang sakti mandraguna?” sahut Dubalang Duo Belas.
“Baiklah kalau begitu! Ayo kita bersama-sama pergi menghadap kepada raja,” kata Dubalang Tujuh.
Setelah mendapat kata mufakat, akhirnya ketiga dubalang tersebut segera menghadap Raja Negeri Jambi. Sesampainya di istana, mereka pun segera melaporkan semua peristiwa yang sedang menimpanegeri mereka.
“Ampun, Baginda! Kami ingin melaporkan sesuatu kepada Baginda,” kata Dubalang Dua Belas.
“Katakanlah! Apakah gerangan yang terjadi di negeriini, wahai Dubalang?” tanya Raja Jambi ingin tahu.
“Ampun Baginda! Beberapa hari ini, Hantu Pirau selalu datang mengganggu anak-anak kami. Mula-mula mereka merasa geli dan tertawa, tapi lama-kelamaan mereka menangis dan menjerit ketakutan,” jawab Dubalang Duo Belas.
“Ampun, Baginda! Kami sudah melakukan berbagai cara, namun Hantu Pirau itu selalu saja datang mengganggu mereka,” tambah Dubalang Sembilan.
“Bagaimana bentuk dan rupa Hantu Pirau itu? Apakah kalian pernah melihatnya?” tanya Raja Jambi.
“Belum Baginda! Kami hanya sering mendengar suara gelak tawanya kegirangan ketika anak-anak itu menangis dan menjerit-jerit,” jawab Dubalang Duo Belas.
Mendengar laporan para dubalang tersebut, Raja Jambi tersenyum sambil mengelus-elus jenggotnya yang lebat dan sudah mulai memutih. Ia kemudian beranjak dari singgasananya lalu berjalan mondar-mandir.
“Baiklah kalau begitu. Pulanglah ke negeri kalian dan sampaikan kepada seluruh warga yang pandai membuatlukah agar masing-masing orang membuat sebuahlukah!” titah Raja Negeri Jambi.
“Ampun, Baginda! Untuk apalukahitu? Bukankah sekarang belum musimberkarang(mencari ikan)?” tanya Duabalang Duo Belas dengan penuh keheranan.
“Sudahlah, laksanakan saja apa yang aku perintahkan tadi! Jangan lupa, setelahlukah-lukahtersebut selesai, segeralah memasangnya di atas bukit dengan mengikatkannya pada tonggak-tonggak yang kuat. Setelah itu, setiap pagi dan sore kalian bergiliran ke atas bukit untuk melihatlukah-lukahtersebut!” perintah sang Raja.
Mendengar penjelasan sang Raja, ketiga dubalang itu langsung mohon diri untuk melaksanakan perintah. Tak satu pun dari mereka yang berani kembali bertanya kepada raja. Dalam perjalanan pulang, mereka terus bertanya-tanya dalam hati tentang perintah sang Raja.
Baca Juga : Sejarah Jambi Dibalik Koin?
Sesampainya di negeri masing-masing, ketiga dulabang itu langsung menyampaikan perintah raja kepada seluruh warganya. Para warga hanya terheran-heran ketika menerima perintah itu. Ketika bertanya kepada ketiga dubalang, mereka tidak mendapat jawaban yang pasti. Sebab ketiga dubalang itu juga tidak mengetahui maksud sang Raja. Namun karena itu adalah perintah raja, para warga pun segera membuatlukah, meskipun dalamhati mereka selalu bertanya-tanya.
Lukah-lukahtersebut kemudian mereka pasang di atas bukit yang tak jauh dari permukiman penduduk. Setiap pagi dan sore ketiga dubalang itu secara bergiliran naik ke atas bukit untuk melihat dan memeriksalukah-lukahtersebut. Pada hari pertama, kedua, ketiga hingga hari keenam, belum menunjukkan adanya tanda-tanda yang mencurigakan.
Pada hari ketujuh di pagi hari, Dubalang Duo Belas mendapat giliran naik ke atas bukit untuk memeriksalukah-lukahtersebut. Alangkah terkejutnya saat ia berada di atas bukit. Ia melihat sesuatu menggelepar-gelepar di dalam sebuahlukah.Bentuknya menyerupai manusia, tetapi kecil. Makhluk itu juga dapat berbicara seperti manusia. Ketika Dubalang Duo Belas mendekat, makhluk aneh itu mengeluarkan suara yang sudah tidak asing lagi di telinganya.
“Hei, sepertinya aku sering mendengar suara itu. Bukankah itu suara Hantu Pirau yang sering mengganggu anak-anak kecil?” tanya Dubalang Duo Belas dalam hati.Setelah memastikan bahwa suara itu benar-benar Hantu Pirau, maka yakinlah ia bahwa makhluk yang terperangkap dalamlukahitu pastilah Hantu Pirau. Ia pun segera melaporkan hal itu kepada Raja Negeri Jambi.
“Ampun, Baginda! Hambabaru saja dari bukit itu. Hamba menemukan seekor makhluk yang terperangkap ke dalamlukah.
Apakah dia itu Hantu Pirau?” tanya Dubalang Duo Belas.“Benar, dubalang! BawalahHantu Pirauitu kemari!” titah sang Raja.“Baik, Baginda! Hamba laksanakan!” ucap Dubalang Duo Belas seraya berpamitan.
Sebelum menuju ke atas bukit, ia mengajak Dubalang Sembilan dan Dubalang Tujuh untuk bersama-sama mengambillukahtersebut. Setelah membuka tali pengikatlukahdari tonggak, ketiga dubalang tersebut membawalukahyang berisi Hantu Pirau itu ke hadapan sang Raja.
“Sudah tahukah kalian, wahai dubalang! Makhluk inilah yang bernama Hantu Pirau yang sering menganggu anak-anak kecil,” ungkap sang Raja.
“Mengerti Baginda!” jawab ketiga dubalang itu serentak.
“Pengawal! Siapkan pedang yang tajam! Aku akan memotong-motong tubuh hantu ini,” perintah sang Raja kepada seorang pengawal.
Mendengar ancaman tersebut, Hantu Pirau itu pun langsung memohon ampun kepada Raja Negeri Jambi.
“Ampun, Tuan! Janganlah bunuh hamba! Jika Tuan sudi melepaskan hamba darilukahini, hamba akan memenuhi segala permintaan Tuan. Bukankah Tuanadalah Raja yang arif dan bijaksana?”
“Baiklah, kalau begitu! Aku hanya ada dua permitaan.Pertama, setelah keluar darilukahini, tinggalkan negeri ini dan jangan pernah kembali mengganggu wargaku lagi, terutama anak-anak kecil.Kedua, serahkan cincinpinto-pinto(pinta-pinta, yakni cincin sakti,apo yang kuminta harus ado) itu kepadaku!” kata sang Raja.
Hantu Pirau pun langsung menyanggupi permintaanRaja Jambi. Setelah dikeluarkan darilukah, ia pun segera menyerahkan cincinpinto-pintonya kepada sang Raja, lalu pergi meninggalkan Negeri Jambi. Sejak itu, Negeri Jambi tidak pernah lagi diganggu oleh Hantu Pirau. Keadaan negeri kembali aman, damai dan tenang. Seluruh penduduk kembali melakukan pekerjaan mereka sehari-hari dengan perasaan aman dan tenang.
Beberapa tahun setelah peristiwa Hantu Pirau itu, Raja Negeri Jambi tiba-tiba berpikir ingin membuktikan kesaktian cincinpinto-pinto pemberian Hantu Pirau. Namun karena keinginannya tidak ingin diketahui oleh rakyat Negeri Jambi, maka ia pun menyampaikan kepada rakyatnya bahwa dia akan pulang ke negerinya di Keling (India) dalam waktu beberapa lama.Sesampai di negerinya, Raja Jambi pun segera menguji kesaktian cincin pinto-pintoitu.
“Hei cincinpinto-pinto! Jadikanlah Kota Bambay ini sebagai kota yang bertahtakan mutiara, batu permata, dan intan berlian!” pinta Raja Jambi.
Dalam waktu sekejap, suasana Kota Bombay tiba-tiba berubah menjadi gemerlap. Seluruh sudut kota dipenuhi dengan mutiara, batu permata dan intan berlian. Alangkah senang hati sang Raja melihat pemandangan yang indah dan menggiurkanitu. Ia pun enggan untuk kembali ke Negeri Jambi. Namun sebagai raja yang arif dan bijaksana, beberapa tahun kemudian ia mengutus salah seorang putranya yang bernama Sultan Baring untukmenggantikannya sebagai Raja Jambi.
Mendapat perintah itu, Sultan Baring pun segera berangkat ke Negeri Jambi bersama dengan beberapa orang pengawalnya. Sesampainya di Negeri Jambi, ia pun segera menyampaikan amanah ayahnya kepada seluruh rakyat Jambi bahwa sang Ayah tidak dapat lagi memerintah Negeri Jambi karena sudah tua. Setelah itu, ia membacakan surat pengangkatannya sebagai Raja Jambi Kedua setelah ayahnya. Rakyat Jambi pun menyambutnya dengan gembira, karena ia juga seorang Raja yang arif dan bijaksana seperti ayahnya. Konon, Sultan Baring inilah yang menurunkan raja-raja, sultan-sultan maupun raden-raden berikutnya, seperti Sultan Taha Saifuddin dan Raden Ino Kartopati.
Referensi :
*.Isi cerita diadaptasi dari Kaslani. 1998.Cerita Rakyat Dari Jambi 2. Jakarta: Grasindo.
*.Anonim. “Jambi” (http://id.wikipedia.org/wiki/Jambi, diakses tanggal 29 September 2008).
*.Effendy, Tenas. 2006.Tunjuk Ajar Melayu.Yogyakarta: Balai Kajian dan Pengembangan Budaya Melayu bekerja sama dengan AdiCita Karya Nusa.
Negeri Jambi yang dahulu dikenal sepucuk Jambi Sembilan Lurah,dimasa itu belum mempunyai raja. Di samping itu pula belum mempunyai tempat yang tertentu sebagi ibu negeri. Yang ada waktu itu ialah Tujuh Koto, Sembilan Koto, Petaji, dan Muara Sebo, semuanya mempunyai kebebasan sendiri-sendiri. Negeri-negeri ini tunduk kepada Batin dua Belas dan pusatnya ialah Dusun Mukomuko yang mempunyai sebuah istana di kaki bukit Si Guntang di Sumai suatu tempat tersuruk jauh di pedalaman.
Baca Juga : Asal Usul Bukit Siguntang Tebo
Tujuh Koto bukan koto nan tujuh, tetapi bermakna dubalang nan tujuh. Begitu pula Sembilan Koto bermakna dubalang nan Sembilan. Batin Duo Belas berarti dubalang nan duo belas. Muara Sebo Berarti tkang sambut tamu. Sedangkan Petajin berarti tukang tarah atau pertukangan.
Mengingat peranan seorang raja amat penting karena berfungsi sebagai pemimpin yang akan mempersatukan negeri-negeri, maka pada masa itu diputuskan untuk mencariseseorang yang patut di antara mereka untuk diangkat sebagai pemimpin. Pemimpin yang sekaligus sebagai rajaUntuk melaksanakan keinginan tersebut bermufakatlah semua negeri tadi untuk berkumpul di Dusun Mukomuko. Dubalang nan tujuh. Dubalang nan Sembilan, dan dubalang nan dua belas berkjmpul disana. Dengan berkumpul itu mereka dapat bermusyawarah untuk menetukan siapa yang patut diangkat sebagai raja. Seseorang dapat menjadi raja harus yang tahan uji. Orang itu harus tahan dibakar. Direndam tiga hari tiga malam. mampu dijadikan peluru meriam yang akan ditembakkan dalam terakhir harus lulus pula dari ujian digiling dengan kilang besi.
“Siapa yang bersedia diangkat sebagai Raja?” Kata salah seorang dubalang yang dua belas kepala dubalang nan tujuhdan dubalang nan sembilan. “ Kalau dubalang di negeri kita ini cukup. Tetapi raja kita belum punya.”
Mendengar ucapan dan tawaran itu, pada Dubalang dari Tujuh Koto menyatakan kesanggupan pihak mereka. Kemudian disusul pula oleh Sembilan Koto dan Bati Duo-Belas yang tak hendak ketinggalan dari rekan mereka. Tentu saja gelagat yang seperti ini menimbulkan hal yang tidak menyenangkan. Maka ketiga negeri tersebut segera berembuk mencari jalan keluar. Masing-masing harus menjalani ujian dengan dibakar, direndam tiga hari tiga malam, dijadikan peluru meriam, dan harus sanggup digiling dengan kilang besi.
Baca Juga : Apa Itu Sang Nila Utama ?
Pertama sekali yang menjalani ujian ialah salah seorang Dubalang dari sembilan koto. Ia dibakar direndam tiga hari tiga malam, dan dijadikan peluru meriam, ternyata semua ujian itu dapat dilewati tanpa mencederainya sedikit juapun. Ujian berikutnya digiling dengan kilang besi. Ternyata pada ujian ini ia tak sanggup. Karena Dubalang Sembilan Koto tidak berhasil menjalani ujian, maka dipanggilah Dubalang dari Tujuh Koto. ”Siapa pula gerangan di antara kalian Dubalang Tujuh Koto yang sanggup?” Tanya wakil Dubalang Batin Duo Belas.
“Ha, di antara kami ada yang sanggup jawabsalah Dubalang yang bertujuh.Dubalang Tujuh Koto pun dibakar. Ia lolos dalam ujian. Kemudian direndam tiga hari tiga malam. Lolos juga. Dimasukkan pula ke dalam mulut meriam. Untuk ditembakkan. Masih juga berhasil. Ujian berikutnya digiling dengan kilang besi. untuk ujian yang begini ternyata dubalang tersebut tidak mampu ia mengaku kalah.
Tibalah pula giliran dubalang nan dua belas. Salah seorang tampil ke tengah gelanggang. Semua ujian dapat dilewatinya dengan baik. Tetapi ketika sampai pada ujian keempat digiling dengan kilang besi ia tak sanggup sama sekali.”
Baca Juga : Tebo Menyerang Pagaruyung?
Kembali Dubalang dari ketiga negeri tersebut mengadakan perundingsan mereka semua tidak mampu lolpos dalam ujian yang mereka jalani. “
Kita harus mencari seorang Raja dari Negeri lain Kata salah seorang Dubalang Nan Duo Belas.
Maka diputuskanlah untuk mencari seseorang dari negeri lain untuk diangkat menjadi raja. Rombongan pencari raja mulai berjalan dari satu negeri ke satu negeri, berlayar dari satu tempat ke tempati lain. Menjelajahi daerah-daerah asing, bertanya kalau-kalau ada seseorang yang bersedia diangkat menjadi raja. Namun yang dicari tak kunjung bertemu. Dalam keadaan putus asa akhirnya rombongan itu sampai di negeri Keling. Dengan sia-sia tenaga mereka kitari negeri besar dan ramai itu. Kalau nasib akan beruntung di sana bertemu dengan seseorang yang nampaknya memenuhi harapan mereka. Orang itu patut benar diankat segagai raja negeri Jambi, negeri mereka. Tanpa kesukaran calon raja tadi lalu dibawa ke Jambi dengan kendaraan dendang yang mereka gunakan semula.
Setelah beberapa lama berlayar di lautan, mereka samapi di muara sebagai sungai yang amat besar. Mereka lalu berhenti di sana Timbul dalam pikiran mereka untuk menguji calon raja yang mereka bawa dengan suatu soal. Para hulubalang segera mengajukan pertanyaan kepada calon raja mereka.“Elok kiranya Tuanku, jika dapat menjawab sebuah pertanyaan kami!” kato salah seorang dubalang “Muara sungai tempat kita berhenti ini apa gerangan namanya. “Ha, inilah yang bernama muara kepetangan hari “jawaba calon raja tersebut.
Dari ucapan dan jawaban beliau ini maka kemudian dinamakan sungai besar tersebut Batang Hari, hingga sekarang.
Ucapan dan jawaban beliau itu sangat mengembirakan para hulubalang. Dalam pikiran mereka orang yang mereka bawa itu lolos dalam ujian pertama. Kalau nanti ujian-ujian selanjutnya dapat ditempuhnya dengan baik maka berarti memang patut diangkat sebagai raja.
Dengan perasaan gembira rombongan itu pun melanjutkan perjalanan menuju Mukomuko. Berhari-hari mereka memudiki sungai Batang Hari. Akhirnya mereka sampailah di Mukomuko, ibu negeri Batin Duo Belas. Begitu sampai dikumpulkanlah semua rakyat beserta sekalian menteri dan hulubalang, baik para hulubalang darei Tujuh Koto, Sembilan koto, maupun dubalang dari Batin Duo Belas sendiri. Mereka berkumpul di sana untuk menyaksikan calon raja mereka menjalani ujian.Mulailah diadakan pengujian yang mendebarkan hati bagi setiap orang yang menyaksikannya. Mula-mula calon raja dibakar, ia tidak cedera sedikitpun. Direndam tiga hari tiga malam, ternyata tidak apa-apa juga, ia diangkat dari dalam air dalam keadaan segar-bugar. Beliau segera pula dimasukkan ke dalam mulut meriam lalu tembakkan. Masih tidak apa-apa.
Ujian Beriktunya, yang amat mengerikan,, digiling dengan kilang besi yang sedang dipajang. Semua mata memandang kepadanya. Apakah calon raja mereka sanggup menuyelesaikan ujian yang terakhir ini?, Apakah nanti tubuhnya tidak akan remuk dihantam putaran kilang besi yang menakutkan itu? Kilang besi terdengar kroyak—kreyok karena sudah diputar. Calon raja jemputan dari negeri Keling ini menyorongkan tangannya masuk ke dalam dua jepitan kilang, kilang berhenti berputar. Kemudian kakinya. Maka ketiak kaki itu disorongkan, kilang besi pun remuk seketika hancurl berkeping-keping. Melihat ini rakyat bertempik sorak.
Menteri dan hulubalang menyerbu ketengah gelanggang ke tempat bakal raja mereka. Bakal raja itu mereka dukung dan diusungkan ke istana. Karena semua ujian berhasil dilewatinya, dengan resmi ia pun diangkat sebagai raja. Pestabesar segera diadakan meresmikan pengangkatan raja yang mulai diserahi kekuasaan untuk memerintah.
Setelah resmi menjadi raja, dan setelah ia berkuasa baginda memerintahkan kepada rakyatnya membuat sibuah lukah. Lukah tersebut harus dipasang diatas bukit. Menghadapi keadaan yang ganjil ini, rakyat tak habis pikir. Adakah mungkin lukah dipasang di atas bukit? Bukankah lukah alat untuk menangkap ikan? Ikan mana pula yang akan masuk kedalam lukah yang dipasang diatas bukit? Pikiran-pikiran gundah mulai timbul dikalangan rakyat. Dubalang nan tujuh, dubalang nan Sembilan, dan dubalang nan dua belas, mencoba mencari-cari kebijaksanaan apa yang tersembunyi di balik perintah raja yang musykil yang dibebankan kepada rakyat. Tetapi karena tak kunjung mendapat jawaban, dan makin bertambah pelik, maka mereka berangkat untuk menerima perintah raja mereka. Karena takut dubalang tadi terpaksa juga akhirnya membuat lukah seperti yang diperintahkan raja. Begitu selesai, lukah tersebut segera dibawa ke atas bukit dan dipasang disana.
Lukah sudah terpasang. Dubalang nan tujuh, nan sembilan, dan nan dua belas bergantian menengok lukah yang ditaruh di atas bukit itu. Jangan-jangan seekor ikan besar telah ada didalamnya. Kalau tidak diulangi dikhawatirkan ikan tersebut menjadi busuk. Mereka bergantian dari hari ke atas bukit. Kalau dubalang nan tujuh sudah kembali, giliran dubalang nan sembilan pergi pula ke atas bukit.Kalau, dubalang nan sembilan telah pula kembali, giliran dubalang nan dua belas pergi pula ke sana. Begitulah seterusnya mereka bergantian bertugas melihat luka yang dipasang di atas bukit tersebut. Namun yang mereka temui masih lukah kosong seperti yang terpasang semula. Kendatipun demikian karena patuh kepada raja, mereka tetapsetiap bergantian melihat. Kalau-kalau lukah yang mereka pasang dahulu itu telah mengena. Mereka tertawa sabar menjalankan tugas.
Suatu ketika tiba giliran pula dubalang nan dua belas memanjat ke atas bukit mengulangi lukah yang terpasang. Dilihatnya lukah telah berisi. Ia pun bergegas melapor kepada raja di istana. “Kena Tuanku!” katanya kepada raja,” Lukah kita mengenai sesuatu “Bagus!” jawab raja. “Asahlah pedang tajam-tajam oleh kalian dubalang nan tujuh, sembilan, dan dua belas. “Para dubalang tadi mulailah mengasah pedang, mereka bergantian bekerja.Akhirnya pedang pun tajamlah. Karena ketajamannya rambutdi ampaikan di atasnya akan putus. Pedang telah tajam. Lukah pun segera dijemput. Di dalam lukah itu terlihat hantu pirau. Badannya kecil. Bentuknya persis seperti manusia, bahkan mahluk bersebut dapat berbicara dalam bahasa manusia. Ucapannya dapat dipahami. Sifat hantu pirau dapat menyebutkan asal-usul seseorang tanpa diberitahukan terlebih dahulu. Itulah keistimewaannya yang luar biasa. “Ooi,Tuanku!” kata hantu pirau tersebut kepada raja. “Hamba jangan dibunuh! Kalau hamba dibunuh tak ada gunanya sama sekali bagi Tuanku. Lebih baik lepaskan saja hamba. Apa saja kehendak Tuanku akan hamba beri!”Kalau begitu katamu!”boleh!” jawab raja pula. “Aku minta cincin cinta-cinta. apa yang diminta anda?”Mendengar ucapan raja tersebut, hantu pirau sangat gembira. Sekejap mata ia telah memberikan apa yang dimintaraja tadi. Raja pun demikian pula dengan gembira mengambilcincin tersebut lalu dipasangkannya ke jari tangannya. Sesudah itu disuruhnya dubalang yang ada didekatnya melepaskan hantu pirau yang terkurung di dalam lukah tadi.
Peristiwa lukah mengenai hantu pirau telah berlalu. Begitu pula cincin cinta-cinta telah dimiliki oleh raja. Semua ini bagaikan suatu peristiwa biasa bagi rakyat. Tetapi tidak demikian halnya dengan raja. Beliau inigin membuktikan kemukjizatan serta mengadakan apa yang dimintanya hendaknya janganlah diketahui rakyatnya. Dan sebaliknya pula itu dilakukan bukan di Mukomuko, tetapi dikeling negeri kelahirannya sendiri. Berdasarkan pertimbangan-pertrimbangan ini baginda memutuskan untuk segera kembali ke keeling. ia dapat leluasa di sana mencobakan keampuhan cincinnya.Sesampai di negerinya ia pun segera meminta agar kota Bombai berhiaskan berlian segalanya. Sungguh luar biasa apa yang beliau pinta terkabul seluruh bombai lampu-lampunya bertatahkan intan berlian. Mesjid-mesjidnya dihiasiintan gemerlapan.
Mungkin terlena akan kekayaan yang dimilikinya, raja tidak hendak kembali lagi ke Jambi lyang berbalik hanya anaknya yang bernama SultanBaring. Sultan Baring inilah yang melanjutkan pemerintahan di negeri Jambi. I adapt bertindak sebagai raja yang diingini rakyat. Kelak ternyata Sultan Baring ini menurunkan anak yang akan menjadi raja yang turun-temurun. Ada raja Itam, Sultan Taha, sampai kepada raden-raden misalnya Raden Inu Kertopati.
Sumber : Somad, Kemas Arsyad. 2003. Mengenal Adat Jambi Dalam Perspektif Modern. Jambi : Dinas Pendidikan Jambi
Kata sahibul hikayat, maka tersebutlah perkataan Sang Nila Utama tinggal di Bitan beristrikan Wan Seri Beni. Anak Raja Bitan terlalu amat berkasih-kasihan. Hatta beberapa lamanya, pada suatu hari, Sang Nila Utama hendak pergi beramai-ramaian ke Tanjung Bemban, hendak membawa perempun Baginda. Maka Baginda pun bermohon kepada Bunda Baginda, permaisuri Iskandar Syah.
Maka titah Bunda Baginda :“Apa kerja anak kita pergi ke sana? Tidakkah rusa dan pelanduk dengan kandangnya, dan tidakkah kijang, landak dengan karungannya? Tidakkah segala ikan dan kerang-kerangan didalam kolam? Dan tiadakah buah-buahan danbunga-bungaan dalam taman? Mengapakah maka anak kita hendak bermain jauh?”
Maka sembah Sang Nila Utama : ”Segala anak sungai Bitan ini telah habislah sudah tempat beta bermain : Bahwa Tanjung Bemban ini ditawarkan orang terlalu baik. Itulah sebabnya makabeta hendak pergi. Dan jikalau tiada diberi beta pergibeta bermain ke Tanjung Bemban ini, duduk mati, berdiri mati, serba mati.”
Maka beberapa dilarang permaisuri Iskadar Syah, Baginda bermohon juga pergi.
Maka titah permaisuri. ”Daripada sebab kita anak kita mati, baiklah anak kita pergi.”
Maka permaisuri pun menyuruhberlengkap padaIndera Bupala dan pada Aria Bupala : Telah sudah lengkap maka Sang Nila Utama pun berangkatlah dengan raja perempuan sekali. Maka segala lancing kenaikan pun didayung oranglah. Adapun kenaikan Baginda lancaran bertiang tiga, pilah peraduan dalam kelambu tirai dalam kurung, serta pemandian, dan perlengkapan bermasak-masak. Maka rupa perahu orang yangmengiringkan tiada terbilang lagi.
Telah datang ke Tanjung Bemban maka Baginda pun turun bermain ke pasir. Maka raja perempuan pun turun dengansegala bini orang besar-besar dan orang kaya-kaya bermain di pasir itu mangambil kerang-kerangan. Maka raja perempuan duduk dibawah pohon padan dihadap bini segala orang kaya-kaya. Maka Baginda terlalu suka melihat kesukaan dayang-dayang bermain itu. Masing-masing pada kesukaannya : Adayang mengambil siput, ada yang mengambil kupang, ada yang mengambil ketam, ada juga yang mengambil lokan, ada yang mengambilkayu olah hulaman, ada yang mengambil bunga karang, ada yang mengambil agar-agar.
Maka terlalulah suka cita segaladayang-dayang itu : Ada yang membuat bunga-bungaan diperbuat sunting, masing-masing dengan tingkah lakunya, dan ada yang berlari terhambat-hambatan teserandung jatuh rebah rempah daripadasangat sukanya itu.
Adapun Sang Nila Utama dengan segala menteri, pegawai, dan rakyat pergi berburu. Maka terlalulah banyak beroleh perburuan. Hatta maka lalu seekor rusa di hadapan Sang Nila Utama, maka ditikam Baginda sekali lagi, kena rusuknya, terus lalumati. Maka Sang Nila Utama datang pada suatu batu, terlalu besar dengan tingginya, maka Baginda naik ke atas batu itu memandangke seberang. Pasirnya terlalu putihseperti kain terhampar.
Maka Baginda pun bertanya pada Indera Bupala , “Pasir yang kelihatan itu tanah mana?”
Baca Juga : Sultan Taha, Pahlawan Jambi
Maka sembah Indera Bupala : “Itualah ujung tanah besar, Temasik namanya.”
Maka titah Sang Nila Utama : “Mari kita pergi ke sana.”
Maka sembah Indera Bupala : “Mana titah tuanku.”
Maka Sang Nila Utama pun naiklah ke perahu lalu menyeberang.
Setelah datang ke tengah laut, ribut pun turun : maka kenaikan itu pun keairan, maka pertimba orang tiadatertimba air ruang lagi.
Maka disuruh penghulu kenaikan membuang ; maka beberapa harta dibuangkan, tiada beberapa lagi yang tinggal. Maka kenaikan itu hampir ke teluk Belanga, makin sangat air naik; maka di buang orang segala harta yang lagi tinggal itu, hanyalah mahkota juga yang ada lagi, tiada juga kenaikan itu timbul.
Maka sembah penghulu kenaikan kepada Sang Nila Utama : ”Tuanku, kepada bicara patik sebab mahkota ini juga gerangan maka kenaikan kapal ini telah habislah sudah. Jikalau mahkota ini tiada dibuangkan, tiadalah kenaikan ini timbul dan tiadalah tebela oleh patik sekalian.”
Maka titah Sang Nila Utama : “Jikalau demikian, buangkanlah mahkota ini.”
Maka dibuangkan oranglah mahkota itu. Hatta maka ribut itu pun teduhlah, dan kenaikan itu pun timbullah, maka didayung oranglah ke darat. Setelah sampai ke tepi pantai, maka kenaikan itu pun dikepilkan oranglah; maka Sang Nila Utama naik ke pasir dengan segala rakyat bermain,mengambil segala kerang-kerangan; lalu Baginda berjalan ke darat bermain ke padang kuala Temasik itu.
Syah dan maka dilihat oleh segala mereka itu seekor binatang maha tangkas lakunya, merah warna tubuhnya, hitam kepalanya dan putih dadanya. Dan sikapnya terlalu pantas dan perkasa dan besarnya besar sedikit daripada kambing randuk. Telah ia melihat orang banyak maka ia berjalan ke darat lalu lenyap.
Maka Sang Nila Utama bertanya pada segala orang yang ada sertanya itu:” Binatang apa itu?”
Maka seorang pun tiada tahu.
Maka sembah Demang Lebar Daun,”Tuanku, ada patik mendengar dahulu kala singa yang demikian sifatnya. Baik tempat ini, karena binatang gagah ada di dalamnya.”
Maka titah Sang Nila Utama pada Indera Bupala ; “ Pergilah Tuan hamba kembali. Katakan pada Bunda bahwa kita tiadalah kembali. Jikalau ada kasih Bunda akan kita, berilah kita rakyat dan gajah, kuda. Kita hendak membuat negeri di Temasik ini.”
Maka Indera Bupala pun kembali. Telah datang ke Bintan maka ia pun masuk menghadap permaisuri Iskandar Syah. Maka kata Sang Nila Utama itu semua di persembahkanya kepada permaisuri.Maka kata permaisuri. “Baiklah, yang mana kehendak anak kita itu tidak kita lalui.”
Maka dihantari Baginda rakyat dan gajah, kuda tiada teperamanai banyaknya. Maka Sang Nila Utama pun berbuat di negeri Temasik, maka di namai Baginda Singapura. Maka Bat membacakan cirinya : maka Sang Nila Utama digelarnya oleh Bat Seri Teribuana.
Telah beberapa lamanya Seri Teribuana kerajaan di Singapura itu maka Baginda berputra dua orang laki-laki. Keduanya baik paras; yang tua Raja Kecil Besar namanya, yang muda Raja Kecil Muda namanya.
Maka permaisuri Iskandar Syah dan Deman Lebar Daun dirajakan Baginda di Bitan, bergelar Tun Telanai. Dan daripada anak cucu dialah berelar Telanai Bitani, dan yang makan di balirung nasinya dan sirihnya sekaliannya bertetampan belaka. Hattanegeri Singapura pun besarlah, dan dagang pun banyak datang berkampung terlalu ramai, dan Bandar pun terlalu makmur.
Dikutip dari :Sejarah Melayu. T.D Situmorang dan A. Teeuw