
Benteng Tembesi, Bekas Kantor Penjajah Belanda, di Kecamatan Muara Tembesi. Foto: Franciscus/Jambi Independent/JPNN.com
BELANDA
menjajah Indonesia lebih kurang tiga setengah abad lamanya. Tidak heran
kalau pemerintah kolonial meninggalkan banyak jejak di bumi pertiwi.
Salah satu bangunan kolonial bisa ditemui di Kecamatan Muara Tembesi.
Seperti apa peninggalannya?
Franciscus – Muarabulian
Kecamatan
Muara Tembesi merupakan salah satu diantara delapan kecamatan yang ada
di Kabupaten Batanghari. Kecamatan ini dulunya dikenal sebagai pusat
pemerintahan kolonial Belanda di Jambi. Jejak pemerintahan belanda di
kecamatan ini masih bisa ditemui hingga kini.
Bukti
peninggalan belanda itu berupa bangunan yang dikenal masyarakat dengan
sebutan Benteng Tembesi. Lokasi Benteng Tembesi ini berada di Kelurahan
Pasar Tembesi.
Benteng Tembesi terdiri dari lebih kurang enam bangunan. Seluruh bangunan itu dibangun Belanda untuk kepentingan mereka.
Baca Juga : Asal Usul Bukit Siguntang Tebo
Bangunan
itu berupa rumah sebagai tempat tinggal orang-orang Belanda, penjara
kolonial belanda, gedung bioskop pemerintah kolonial Belanda, sumur
tempat mengubur para tentara pejuang, gudang persenjataan dan
bangunan-bangunan pendukung lainnya.
Benteng
Tembesi peninggalan Belanda tidak dibangun seperti layaknya
benteng-benteng lain yang terbuat dari bata atau batu-batu yang disusun
sebagai tempat bertahan dari serangan musuh.
Benteng
Tembesi justru terbuat dari kayu-kayu keras yang ada di kecamatan
Tembesi. Kayu yang digunakan untuk membuat rumah-rumah dalam kompleks
benteng tersebut berasal dari pohon Tembesu dan Bulian, dua jenis pohon
khas kabupaten Batanghari.
Alas benteng tersebut tidak dibangun
secara permanen karena tujuan utama pembangunan benteng hanya untuk
dijadikan kantor pemerintahan kolonial Belanda.
Pada
saat itu seluruh tempat di provinsi Jambi hampir dikuasai oleh tentara
belanda. “Kisah yang saya dengar seperti itu, Kebetulan ayah saya
merupakan Tentara Keamanan Rakyat pada masa itu,” kata Lagua.
Orang
tua Lagua merupakan satu-satunya pelaku sejarah Benteng Tembesi yang
masih hidup sampai saat ini. Pria bernama lengkap Baktiarudin Sutan
Batua itu kini berusia 96 tahun.
“Bapak
tahu persis tentang sejarah Benteng Tembesi. Cuman karena usianya yang
sudah tua, sekarang sudah banyak lupa,” beber Lagua.
Informasi
yang dihimpun dari berbagai sumber, awalnya benteng ini didirikan
sebagai tempat kediaman dan perkantoran penjajah Belanda. Karena
letaknya yang tinggi, benteng ini juga dijadikan tempat bagi Belanda
untuk mengintai musuh.
Benteng
Tembesi diperkirakan dibangun pada tahun 1916 setelah belanda berhasil
menguasai Muara Tembesi pada Tahun 1903. Belanda kemudian menjalankan
aktivitas militer dan pemerintahan di Kecamatan Muara Tembesi.
Baca Juga : Sejarah Dibalik Ayam Kumpeh Dan Tebo
Tujuannya
untuk tidak lain untuk menghancurkan dan membunuh sultan Thaha
Saifuddin beserta pasukannya yang telah dipukul mundur dan bertahan
Kabupaten Muara Tebo.
Sejak saat itu
kecamatan Muara Tembesi menjadi basis langsung serta pusat pemerintahan
kolonial Belanda. Setiap pejuang yang menentang pemerintah belanda akan
dijebloskan ke dalam penjara yang ada dilokasi bahkan tidak sedikit
yang dieksekusi dengan cara dibunuh.
Penderitaan dan kesengsaraan terus
menerus dirasakan oleh penduduk dan para pejuang. Setelah gugurnya
sultan Taha Saifuddin, perjuangan melawan belanda tidak lagi teroganisir
dengan baik dibandingkan dengan saat sultan Taha Saiffudin masih
memimpin. Keadaan yang berat dibawah penjajahan pemerintahan Belanda
berlangsung sampai pada tahun 1942.
Pada Tahun 1942, Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang dan benteng Tembesi dikuasai oleh tentara Jepang.
Penderitaan
rakyat Batanghari di bawah penjajahan Jepang lebih berat dibandingkan
ketika Belanda yang menduduki benteng tersebut. Semua pejuang dan
tentara republik yang tertangkap oleh tentara Jepang dimasukan kedalam
sumur yang ada dalam benteng tersebut.
Proklamasi
kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945, menandai berkhirnya
kekejaman tentara Jepang di Muara tembesi dan sekitarnya. Tentara
Keamanan Rakyat (TKR) menyerang dan merebut benteng tersebut kemudian
menjadikanya sebagai basis pertahanan serta asrama bagi para tentara
pejuang. Seluruh pasukan Jepang mundur tanpa ada yang tersisa satupun di
benteng tersebut.
Pada saat agresi
militer Belanda II, ke seluruh wilayah republik Indonesia, Benteng
Tembesi kembali dikuasai oleh tentara Belanda. Mereka mengusir seluruh
tentara keamanan rakyat dari benteng tersebut .
Keberhasilan
upaya diplomatik yang dilakukan pemerintah pusat ikut berdampak pada
keadaan di wilayah Muara Tembesi. Pasar Tembesi yang menjadi kompleks
benteng Tembesi dikembalikan kepada pemerintah Republik Indonesia oleh
pemerintah Belanda.
Penerima
pengembalian tempat tersebut dilaksanakan langsung oleh Muhammad Hatta
sebagi wakil presiden republik Indonesia saat itu. Beliau menemui
langsung pimpinan militer yang bertugas di kawedanan Muara Tembesi,
dalam bahasa belanda tempat tersebut dikenal dengan istilah kontrouler.
Setelah terjadinya penyerahan
kedaulatan oleh pemerintah Belanda, kawasan benteng di sekitar Pasar
Tembesi yang menjadi pusat pemerintahan yang ruang lingkupnya sangat
luas.
Penyerahan kedaulatan dilaksanakan
dengan sebuah upacara yang dilaksanakan di kawedanan. Kawedanan juga
dijadikan tempat penyerahan kedaulatan seluruh wilayah sumatera dari
pemerintah Belanda kepada pemerintah Republik Indonesia.
Benteng Tembesi sendiri selama ini belum digarap pemerintah sebagai destinasi wisata di Batanghari. Iskandar,
Kepala Disporapar Batanghari mengatakan pihaknya baru sebatas melakukan
identifikasi atas benteng tersebut. Rencananya Benteng Tembesi ini akan
dijadikan destinasi wisata bersejarah pada tahun-tahun mendatang. (*/sam/jpnn)
Sumber : https://www.jpnn.com/news/inilah-bangunan-kantor-penjajah-belanda-saat-menguasai-jambi?page=4
Bagikan
Inilah Bangunan Kantor Penjajah Belanda saat Menguasai Jambi
4/
5
Oleh
Admin
Terima Kasih